Sunday, December 29, 2013

Photostory : Masjid Al-Ghoffar


Ini dia Masjid yang pernah kuceritakan di blog terdahulu..
Salah satu bangunan di rumahku yang menyimpan begitu banyak sejarah. Yap! Masjid Al-Ghoffar namanya. Masjid yang mulai dibangun saat sang kakek (Almarhum Almaghfurlah KH. Moh.Cholil) memulai merintis yayasan Pondok Pesantren Irsyadut Tholibin.
Belum begitu banyak yang kutau, karena beliau meninggal saat aku belum mulai sekolah. Aku hanya mengumpulkan beberapa informasi tentang beliau dari orang-orang terdekat. Sejauh ini, yang kutau Masjid Al-Ghoffar mengalami perbaruan dua kali. Yang pertama pembaruan serambinya kemudian pembaruan yang kedua adalah bagian dalam masjid.
Dulu. dulu sekali.. Aku menemukan foto Masjid Al-Ghoffar yang lama terpampang di koran kotaku. Yap! Kalau tidak salah itu koran tahun 2000. Aku senang bukan main, karena pada tahun itu bagian serambi/depan masjid sudah dirubah. Aku potong koran itu lalu kutempel untuk kujadikan kliping. Ya, gambar masjid dalam koran lama itu sangat fenomenal buatku. Dengan serambi masjid yang pagar pintunya masih kayu dengan cat hijau. Dengan halaman serambi masjid yang masih sempit belum seluas sekarang. Dulu katanya aku sering duduk bersantai di halaman serambi itu menunggu ayahku selesai mengimami sholat berjamaah di dalam masjid.
Dan oya, foto di atas itu adalah foto terbaru Masjid Al-Ghoffar. Aku ambil dari halaman rumahku. Yah, menurutku cukuplah menjadi sudut pengambilan gambar yang menarik.

Sementara, itu saja yang ingin kuceritakan. Aku baru ingat aku masih harus menyelesaikan tugas online dari dosen. Dah :)

Thursday, December 19, 2013

monolog : moody one

bunyi hujan meneriakiku ..
aku kalah telak !

Waktu kembali berulah. Selalu berputar dengan sangat lambat di sisi yang menyayat. Siapa sangka dunia bisa lebih kejam dari yang dimengerti. Skala permasalahan seseorang selalu saja meluas tanpa disadari. Bahkan seseorang dapat membuat dirinya berada di permasalahan yang tak berujung. Permasalahan yang seseorang tau itu akan membunuhnya tapi tetap saja dilakukannya.
Aku diam. Aku tidak sedang memikirkan apapun. Aku hanya diam. Aku hanya membuat diriku seolah sedang menunggu seseorang. Sesekali mataku menyapu sekitar tanpa benar-benar mengamati. Akhirnya aku hanya menghela napas. Bagaimana bisa di taman kota seramai ini ada orang yang sendirian duduk di bawah pohon dan hanya bertemankan kamerayang  tergeletak sia-sia?
Tidak biasanya mood-ku seburuk ini. Karena biasanya aku selalu bersemangat dengan kamera di tanganku. Namun sia kali ini. Seseorang sudah melemparku dalam mondisi mood terburuk.

Dan tulisanku pun berhenti disini .

Wednesday, November 20, 2013

Photostory : Kapan ke Borobudur lagi? :)


monolog : Bongkahan Usang

Aku berubah, itu ulahmu
Bagaimana aku berubah, itu inginku

Tentang semua cerita yang berlalu
Itulah sejarah,, hanya bongkahan usang 
Yang seharusnya lepas dan tidak membelenggu
Sudah jauh aku melangkah
Menjemput terang melawan sisi gelap itu

 Aku bahkan berlari lebih kencang dari yang semestinya
Meninggalkan jejak gelap yang seolah selalu membuntutiku

Sampai akhirnya..
saat titik terang kulihat lebih dekat
Kau berada di sana

Dunia menyorakiku lucu
Bodoh!
Aku berlari kencang bukan untuk kembali ke jejak pertamaku

Semua  bayangan yang kutinggalkan kini dengan keras menertawakanku

Luka dan bongkahan usang itu semua
Salahkah? Tak bisakah?
Karena aku merindukan kisah yang indah
Yang kuharap hapuskan luka usang milik kita yang lalu

Jangan terlalu baik padaku
Kutahu semestinya kau tak begitu
Karna aku, mengerti betul bagaimana dirimu
Setelah semua suka berubah luka

Monday, November 18, 2013

Photostory : my young sister




Ini adikku. Namanya Naila. Panggilan kesayangan dari keluarga >> Della.
Di banyak hal, dia termasuk orang yang pintar menempatkan diri sesuai kondisi. Selalu aja ada cara untuk menjadikan dirinya berada di posisi yang menguntungkan. Itu kelebihan dia.
Ngomongin tentang kelebihan, dia termasuk adikku yang multitalent *menurutku
Banyak hal bisa dikerjakannya dengan ok. *yap
Dan oya, satu hal yang paling kusuka darinya, dia punya sifat ambisius! *oh
Sifat ambisiusnya selalu menjadikannya sosok yang selalu penuh semangat. Semangat untuk menjadi yang terbaik tentunya. Good point!
Sampai-sampai, dia pun nggak pernah mau kalah dari kakak-kakaknya. Well, contohnya aku.
Banyak hal, dia menjadikanku saingan. Yang paling jelas kelihatan tu dalam bidang prestasi akademik-non akademik di sekolah. Mungkin baginya, sejarah prestasiku lumayan, jadi dia selalu mencoba membuat sejarah yang lebih unggul dari sejarahku selama sekolah.
Memang sih terkadang sebel karena dia melakukannya dengan terang-terangan nggak mau kalah dan dia pun terbilang sukses lah melampaui sejarahku *menurut spionku
tapi justru apa yang kurasakan sekarang adalah rasa bangga. Kakak mana yang tidak bahagia melihat adiknya begitu semangat untuk bisa menjadi seperti kakaknya atau bahkan melebihi prestasi kakaknya. That's my point!
Then, dia juga termasuk orang yang nggak malu untuk belajar. Di beberapa hal, dengan demikian terampilnya dia memintaku mengajari hal-hal yang kurang begitu dikuasainya. Nah, disinilah poin yang juga membuatku merasa berarti. Kinda appreciate me as her older sister,right?
Dia selalu menyerap ilmu apapun dengan baik. Meski terkadang bisa berubah kalau sedang ada masalah, dia bisa cepat mengendalikan diri. Kan satu poin lagi, dia easy going.
Untuk sosok sepertinya, aku nggak keberatan kok untuk menyebutnya pribadi yang kharismatik. Seperti yang aku bilang di awal, dia pintar menempatkan diri di segala situasi dan kondisi. Dia bisa menjalankan semua peran yang menguntungkan. Lihat saja dari dua foto yang aku unggah di atas. Foto pertama saat dia senyum. Manis kan? iya
Foto kedua saat dia menunjukkan tangannya seolah bersiap meninju muka orang. Dia memang bisa berubah berbahaya *terkadang tapi foto itu bukan saat dia benar-benar berbahaya, itu hanya ekspresi kecil yang ditunjukkannya setiap aku memotretnya dan bilang kalau dia itu photogenic dan menarik. Ah, dia selalu menyangka aku hanya membesarkan hatinya. Dia tak pernah tau kapan aku benar-benar memujinya.. 
Tapi sungguh, sebagai kakak, menyenangkan sekali memiliki saudara perempuan kecil sepertinya..

Sunday, November 17, 2013

Photostory : hujan?


Judulnya "menikmati hujan" .. itu gambar Anne, temenku. Sengaja kufoto tanpa sepengetahuannya karna kupikir dia sedang menarik untuk difoto. Oh,maksudku bukan dianya tapi apa yang dilakukannya. :D
Sore itu sepulang UTS, aku dan beberapa temenku berencana makan bareng di luar. Tapi hujan menyekap kami. Terpaksa menunggu hujannya reda. Ceritanya kita-kita nunggu hujannya nggak cuma di satu tempat, tapi kita pindah-pindah tempat mulai dari basement kampus, di dalem kantin, sampai lorong deket parkiran.
Ngobrol, nggosip, guyonan, semuanya kita lontarkan sembari menunggu hujan. Hujan yang akhirnya membuat agenda makan-makannya jadi batal. Hujan yang pasti aja membuatku basah setiap pulang kampus. Aku benci hujan yang tuun tidak tepat.
Tapi sulit menyangkal kalau aku pernah menyandang status "gadis penyuka hujan". Ya, itu dulu. Sekarang? tergantung suasana. Hujan itu penghalang kegiatan di luar, tapi tetap saja hujan itu pengantar tidur yang baik di malam hari. Hujan memang dingin, tapi tetap saja hujan itu mendukung otak untuk flashback memori ke belakang. Kenangan!
Entahlah. Saat ini yang kutahu mungkin hanya aku merasa bosan dengan dingin yang dibawa oleh hujan. Sedang merasa condong ke hal-hal yang lebih menyenangkan seperti humor. Walaupun tak bisa mengelak kalau dalam diri ini seringkali terselip rasa yang menggerakkan hati untuk bisa menikmati hujan :)

#ini ceritaku . mana ceritamu?

Friday, November 1, 2013

cerpen. : Makki menjemput terang

menghitung pasti setiap langkah
berjalan, berlari, dan terbang
tak peduli aral, di atas sana aku kan suka
siapa bilang ini mudah?
tapi tujuan yang indah, siapa mampu menolak?


=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=

Sudah malam. Pemilik nama Makki Sagita itu menelusuri jalanan dengan berjalan setengah berlari. Kecepatan berjalannya tidak biasa ditambah tolehan kepala ke arah jam tangan berkali-kali. Tak sedikitpun sosoknya menampakkan rasa takut. Yang terlihat hanyalah langkah tegasnya dan pandangan lurus tajam ke depan. Gelap tidak akan membuatnya berhenti.

"Waktuku tak banyak lagi" begitulah kata pertama yang diucapkannya setelah lama ia membiarkan mulutnya  itu terkunci rapat. Bersamaan dengan kaki yang ia langkahkan lebih cepat, senyuman simetris miliknya pun terkembang. Waktu telah melatihnya untuk berusaha. Dan Makki pun yakin, nantinya akan ada seseorang yang membuat waktu dan usahanya berbuah menjadi hasil yang begitu berharga.

Tentu saja. Tidak ada alasan untuknya berhenti karena selalu ada alasan yang lebih kuat yang meyakinkan Makki untuk terus berlari. Sepi yang sesekali berhasil mengusik konsentrasinya, sedikit demi sedikit dapat ditepisnya. Berbekal bayangan seseorang di masa lalu semakin kuat memenuhi pikirannnya dan membuatnya tidak merasa sendiri. Makki pun yakin betul dirinya akan menemukan seseorang yang lebih baik. Di tengah pengembaraannya ini.

Gelap sepanjang malam terus melatari jalanan jauh di depan Makki. Namun harapan bagaikan cahaya yang dapat menembus kegelapan itu. Meski tidak nyata, tapi begitulah yang dirasakan gadis bernama Makki itu.

Menjemput terang. Memetik harapan-harapan yang dikumpulkan Makki sepanjang jalan. Makki berhenti di titik batas gelap dan terang. Ditangkapnya sebuah sosok di depan sana. Berdiri tegap namun santai. Tertawa keras namun ramah sejatinya.

Isandiar Wibisono. Kini sudah tepat berada di lingkup pandangnya. Inikah jawaban dari pengembaraannya? Makki menjemput terang.

Thursday, October 31, 2013

monolog : San, ini ulahmu ..

aku lelah,
ini ulahmu aku jenuh menyepi


=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=


Sepi sudah terbiasa menjadi suasanaku berkawan. Mendapati diri dalam zona aman untuk sendiri seperti ini terkadang adalah jalan pertama yang terbesit di benakku. Aku bukan tipe orang yang dapat dengan mudah menyikapi semua urusan relasi semacam ini. Aku juga bukan termasuk orang yang dapat dengan spontan memilih putusan untuk hal-hal yang tidak hanya menyangkut diriku sendiri. Selalu ada waktu yang tersita untuk memikirkan apa yang sebaiknya aku putuskan bersama setiap resikonya.

Oktober ini hujan sudah lebih sering turun. Sial! hujan ini semakin mendukung waktuku berlama-lama terlarut dalam masalah pelik ini. Ya, seperti sore ini, mataku memandang jauh menerabas hujan. Semakin berusaha mencari jalan, semakin terasa sulit dicermati semua hal ini. Ekspresi semrawut mungkin sudah memenuhi wajahku saat ini.

"Sella Agustin" terang aku mengingat bagaimana kau selalu memanggil namaku dengan nama lengkapku. Terlalu nyata sebenarnya untuk kukatakan sebagai bayangan kini. Bayangan yang kau tinggalkan semenjak kepergianmu yang tak jelas itu. Yang menjadi sebuah akhir tanpa satu kalimatpun kau jelaskan padaku. Terlalu cepat kau membuat tanda titik di saat semuanya belum sehausnya berakhir.

 Karena setelah itu, sebatas bayangan pun bisa terdengar begitu nyatanya di perbatasan alam sadarku. Entahlah, apa mungkin  memang beginilah ketika seseorang berada di puncak kejenuhan?


Sandy Aditya. ini ulahmu ..
Aku sudah jenuh dengan bayangan tentangmu ..
Aku sudah jenuh dengan kesepian ini ..

Friday, October 25, 2013

monolog : (sudah) salah ..

kesalahan ini
kau sendiri yang membuatnya
tuan, bisa kau jelaskan ini?

=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=

Aku sudah sangat sering membaca tumpukan berbagai novel itu. Apalagi untuk genre novel romance, sudah sangat banyak yang kuhafal alurnya. Terkadang banyak yang terlalu mengada-ada (maklum sih, namanya aja fiksi). Tapi tidak jarang juga novel yang ditulis dengan inspirasi kisah nyata (meski tidak sepenuhnya nyata). Memang kan selalu ada bagian cerita dalam novel yang kerapkali sudah bersahabat dengan lika-liku kehidupan nyata. Seperti kisah patah hati, mengagumi sosok seseorang yang tidak jelas dirinya itu mengagumi siapa (aduh, contoh pertama selalu tentang patah hati) #terbawa suasana mungkin.

Menurutku seseorang yang suka menulis, biasanya memiliki *muse (=model) -nya sendiri. Semacam seseorang lain yang dijadikan tokoh atau inspirasi untuk karyanya.
Aku? aku masih sama. Jawabanku masihlah si Tuan Kacamata. Beragam hal yang bisa dijadikan inspirasi untuk menulis (sebenarnya). Selalu ada hal baru setiap hari yang dapat ditulis. Namun mungkin akan terlihat bagai diary kalau inspirasi itu ditulis setiap hari. Entahlah, alasan apa yang menggangguku lagi, aku hanya menuliskan beberapa dari bagian inspiratif si Tuan Kacamata.

Menyambung alur-alur yang sering muncul di novel-novel itu, banyak yang dirasa mirip dengan kehidupan nyata. (aku, contohnya).. Sudah terlalu banyak novel yang menceritakan tentang kokohnya sebuah persahabatan yang dijalin beberapa orang. Persahabatan yang suatu saat akan dihadapkan pada titik masalah yang lebih kuat melibatkan hati atau perasaan. Mungkin titik inilah yang sedang kualami. Benar-benar cerita biasa tapi selalu menarik tatkala aku membacanya di novel-novel itu. Alur yang demikian ini biasanya ada dua garis besar yang sama-sama berat putusannya. Saat persahabatan dan cinta menjadi satu, seseorang harus bisa memilahnya dengan bijak. Atau kalau tidak, bisa-bisa persahabatanmu yang mengekang rasamu atau justru rasamu yang membunuh persahabatanmu.

Cinta segitiga atau segiempat bahkan segilima pun tak ubahnya sering terjadi. Ujungnya selalu kembali di sebuah awal. Bertemu sebagai sahabat dan saling menyayangi sebagai sahabat. Bersama-sama saling mengetahui rasa satu sama lain, akan tetapi diam dalam putusan. Terlebih saat di waktu yang sama, seseorang menyadari ada yang lebih yakin menyayang daripada dirinya. Yang dengan sendirinya, membuat seseorang itu memajukan orang lain untuk mendapatkan yang disayanginya. Meski itu adalah orang yang sama.

ya, intinya seperti kau mengerti aku yang sedang berusaha mengagumimu, namun kau memilih mempertahankan persahabatan kita. Kemudian saat seseorang lain merasa cukup dekat denganku, kau justru menginginkanku untuk semakin dekat dengan orang itu. pie perasaanmu? bisa kau jelaskan padaku?

Thursday, October 24, 2013

Photostory : Seneng aja, tapi Nggak Bisa

Selalu cari pelarian di kelas kalau boring. Biasanya sih nulis paragraf singkat, tapi akhir-akhir ini nggak tau kenapa lebih sering asal-asalan bikin coretan. Nggak jelas juga nggambar apa. Tapi sebentar ini, pengen juga belajar nggambar. Katanya.. salah satu media belajar nggambar itu dengan latihan-latihan nggambaaaarr terus. Nah, beginilah hasilku. Tapi dirasa-rasa belum ada feel-nya. Belum ada point of interest-nya. ah,, gimana cara belajar nggambar?






Monday, September 30, 2013

monolog : pemilik rupa itu

apa kabar kamu?
sepertinya kamu semakin sibuk dengan pekerjaanmu
semoga sukses ya kamu
di sana

===
batinku berbisik.
Deretan kata itu pun muncul begitu melihat sosoknya di depanku. Siapa sangka teman kita si Garda itu punya saudara yang wajahnya mirip sekali denganmu. Garda tadi mengenalkannya padaku. Awalnya aku tidak begitu tertarik dengan ajakannya berkenalan dengan saudaranya yang baru saja datang dari Surabaya itu. Tapi sekarang aku justru bersyukur aku tak menolak ajakannya. Dia sungguh berwajah mirip milikmu.
Oya, nama pemilik rupa itu adalah Kean. aku tidak tau bagaimana menulis namanya, yang jelas panggil saja namanya Kean. Dia memiliki senyum magis seperti yang selalu kau tujukan setiap menggodaku. Dia juga memiliki lesung pipit yang tak pernah berhasil disembunyikannya. Oya, bola matanya! tidak sipit dan tidak juga besar tapi cukup hasilkan tatapan yang tajam setiap menoleh arah 45 derajat dari hadapannya. Aku menangkapnya saat pandangan kami bertemu. tadi..
Melihatnya tentu buatku mengingatmu. Awalnya aku seperti menemukan sosokmu kembali dalam dirinya. tapi tidak. Garda mengingatkanku kalau namanya Kean. ah, rupanya bayangmu masih terekam jelas, walaupun jarang terkuak tapi sewaktu-waktu selalu bisa menyelinap. Sejak hari itu, saat aku dan kamu memilih berpisah dan menyerah pada jarak yang selalu membatasi kita, Garda selalu berusaha mengenalkan teman-temannya padaku. Tapi perkenalan-perkenalan itu tidak pernah meninggalkan kesan yang istimewa. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk kembali berkonsentrasi penuh dengan pekerjaan baruku.
Setelah kira-kira satu bulan penuh Garda tak menyinggung permasalahan kekerabatanku, akhirnya Garda mengajakku ke rumahnya. Aku mengiyakannya karena ia bilang ini adalah yang terakhir kalnya dia memintaku untuk berkenalan dengan laki-laki yang dipilihnya untukku.
"ini karena aku peduli denganmu,Citra. Kau tidak perlu menggilai pekerjaanmu hanya untuk mengubur perasaanmu. Kamu cuma perlu sedikit meluangkan waktu dan hati untuk seseorang yang baru" kata-kata Garda akhirnya berhasil membuatku mempertimbangkan opsi terakhirnya.
Baru kali pertama ini Garda mengenalkan saudaranya padaku. Dan kenyataannya, kesan pertama hari ini begitu menyenangkan. Kean termasuk sosok menarik yang bisa membuat lawan bicaranya tidak terserang bosan. Mungkin inilah saatnya aku menjalani hidup sehat. Tak seharusnya wanita seumuranku terlalu menekan jam kerja sesibuk mungkin untuk menghabiskan waktu.
Thanks Garda. Thanks Kean.
Thanks juga,kamu ..


Wednesday, September 25, 2013

monolog : seperti ini

aku sudah berlari jauh sendiri
tapi kau selalu menghancurkannya
Lesmana, ini ulahmu.
===

September ini adalah lima bulan sejak aku memilih keputusanku. Aku berakhir denganmu. Aku berhenti dengan semua harapan yang pernah kutujukan padamu. Terlalu banyak persamaan di antara kita, sampai terkadang kesamaan-kesamaan itulah yang membuat kita tidak bisa berkutat di tempat yang sama. 

"apa kau bisa? berjalan sendiri tanpa aku yang memegang tanganmu" hanya itu yang kau bilang saat aku memutuskan untuk memilih jalan hidup yang baru. Lebih terdengar seperti ejekan memang, tapi itulah yang kujadikan sebagai tantangan.

Pikiranku berhasil teralihkan. Bersama berbagai macam kesibukan rutin yang memang kusengajakan. Tidak buruk karena kesibukan-kesibukan itu membuatku lupa bagaimana sakitnya sebuah perpisahan yang diharuskan walaupun sebenarnya tidak ada kehendak dibaliknya. rasanya bebas mengepakkan sayapku seluas-luasnya. Karena sayap kita tak akan bertabrakan lagi.

"Lolita" ah rupanya aku masih bisa mengenali suaramu. Masih jelas kukenali aksenmu saat menyebut namaku. Lesmana, aku belum sepenuhnya sembuh. Melihatmu kembali di hadapanku adalah sebuah obat dari segala kerinduanku yang bertumpuk. Kerinduan yang selalu kupasung di hati terdalam dan tak sekalipun kubiarkan membuncah keluar. Namun kau menghancurkan segalanya.

Siang ini kembali kita bertemu di tempat pertama kita saling kenal. Di bawah pohon rindang ini. Secara fisik kau sudah banyak berubah tapi aku jelas mengenalimu. Caramu melihat sesuatu, caramu tersenyum dan caramu memanggil namaku semuanya masihlah sama. Entah apa yang tiba-tiba membuat kita berada di bawah pohon ini di waktu yang sama. Hai Lesmana, ternyata begini rasanya membebaskan setumpuk rasa rindu ini menujumu.

Aku hanya merasa pertemuan ini sebagai penawar rindu sementara. Karena setelah ini, aku harus kembali berjalan. Berjalan sendiri dengan tanpa petunjukmu. 
"mungkin sudah saatnya kita kembali lagi" ucapmu pelan bersamaan dengan hembusan angin ke arahku. Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja kau ucapkan. Aku menoleh ke arahmu dan mendapati kedua matamu menatapku dalam. ada apa denganmu selama aku tak bersamamu? 

Perasaanku bercampur aduk. Perdebatan hebat antara logika dan perasaan tengah kualami sedalam batinku menerawang. Mencari makna yang kau maksud di balik kata-katamu barusan. Aku sudah jauh berlari,Lesmana ..

monolog : Jadi? Kamu atau Aku ...



kamu atau aku? yang tidak tau ...
===

Sudah lama sekali kita tak bercengkerama. Aku hanya mengingat-ingat kapan terakhir kali aku membalas pesanmu. ah sudah lama..  Ingin rasanya aku menelponmu segera. tapi tak bisa..

"jumlah permintaan semakin meningkat,jadi ..." samar-samar aku mendengarkan bosku yang sedang memimpin rapat ini. Tidak biasanya aku melamun saat rapat. Akhirnya aku memutuskan untuk ke belakang dan membasuh mukaku dengan air dingin.
 Mengingatmu membuatku refleks mengambil ponsel dan mengetik satu kata "hai" untukmu. send. Yang kulakukan setelah ini adalah menunggu balasan darimu. Berharap kau akan membalasnya cepat, namun ternyata balasan itu tak juga datang. Baiklah, aku kembali ke ruang rapat. kau tidak tau ya? aku kangen. Aku memang tidak biasa mengontakmu lebih dulu karena kau selalu lebih awal menghubungiku. Tapi sekarang saat aku menunggu kabar darimu dan sadar kabar itu tak juga muncul, bagaimana bisa aku menahan diri?

Jarak dan kesibukan kita yang berbeda jauh ini terkadang menyiksaku. Aku selalu membawa ponselku kemanapun aku pergi namun semua panggilan dan pesan yang muncul hanyalah tentang pekerjaan. bukan kamu. Hari ini aku kerja sampai malam lagi dan aku tak akan punya kesempatan untuk menelponmu. Tapi, mana mungkin aku menelponmu sedangkan pesanku saja tidak kau balas. kau sedang apa? sesibuk itukah kau sampai sekedar membalas pesanku pun tak sempat.

Pekerjaanku selesai tepat jam 10 malam. Aku lelah bukan main. Sesampaiku di rumah, aku langsung merebahkan diriku ke tempat tidur. Menarik selimut sampai atas kepala karena malam ini begitu dingin. Saat aku hampir saja berhasil memejamkan kedua mataku, tiba-tiba ponselku berdering.
yes! panggilan masuk darimu.
"Kenapa?" satu kata sebagai kata pertamamu. apa tidak ada kata yang lebih menyebalkan dari kata itu sebagai balasan pertama setelah lama tidak bersapa?
"Hanya menyapa"  jawabku singkat. Aku hanya membayangkan bila benar jarak dan waktu ini membuatmu berubah menjadi keras. Aku tidak tau.
"Tumben sekali kamu menghubungiku duluan. Ada apa?" oh baiklah. Bahasamu mulai melunak dan lugas.
"Kamu ngapain aja? nggak pernah kasih kabar" itulah kata-kata yang keluar dari mulutku setelah sebelumnya memilah-milah kata.
"Memangnya kamu pernah kasih kabar? kamu yang ngapain aja.." kata-katamu dengan lembut membuat dadaku sesak. Lembut karena nada bicaramu tetap pelan tanpa tekanan. Namun membuatku sesak karena seolah kau menyudutkanku dengan kata-kata yang tidak bisa kujawab. aku tidak tau. aku tidak tau kau sedang mengujiku? atau kau berniat menghakimiku? atau kau sekedar mengeluh? aku tidak tau.

Sudahlah aku hanya mencoba mencairkan suasana. Aku tidak ingin merusak obrolan malam ini. Kamu pun mungkin tidak tau aku di sini selalu menunggu kabar darimu. Kamu juga mungkin tidak tau aku memerlukan dorongan semangat darimu di sela-sela pekerjaanku. Kamu mungkin saja tidak tau aku hanya menghabiskan sisa waktuku dengan menunggu kabar darimu. Kau tidak tau.. dan mungkin, kau memang tidak perlu tau.. karena aku pun tidak tau kalau kau juga berhak menungguku. Bahwa tidak selamanya kau yang harus mengawali.

Tuesday, September 24, 2013

monolog : mengalihkan (diri darimu)

"aku sudah berusaha ..
mengalihkan perhatianku.
dari kamu ..."
===

Aku sudah merasa cukup dengan selalu kau manjakan dengan perhatianmu. Aku sudah merasa cukup dengan selalu aman bersama perlindunganmu. Aku yang cukup bahagia merasa kau akan selalu ada untukku. ah kau selalu tau bagaimana cara membuatku tersenyum :)

"cerita aja" itu yang selalu kau katakan setiap aku marah-marah tak jelas. ah,tidakkah kau lelah mendengar keluhanku setiap hari? Ya, kau selalu menjadi pendengar setiaku kapanpun itu. Semuanya kuceritakan padamu. tapi kenapa aku tak pernah mendengarmu cerita apapun padaku ..

Entah bagian mana yang pantas kusebut sebagai awal. Karena justru, setelah semua perlakuan baikmu padaku, setiap hari selalu menjadi semakin manis adanya. Memiliki sahabat sepertimu, memilikimu di sekitarku selalu. Pernah saat aku berpikir untuk memilikimu lebih dekat, aku segera membuang pikiran itu jauh-jauh. Aku tidak ingin merusak persahabatan ini dengan perasaan egoisku yang ingin memilikimu secara utuh.tidak! tidak sampai akhirnya semua itu berujung.

Ah, aku baru saja menyadari sebuah keterlambatan. Keterlambatanku dalam menyadari bahwa akhirnya akan ada seseorang yang lebih beruntung dari aku. Beruntung karena memilikimu dengan utuh perhatianmu. aku cemburu. Sisa waktu ini hanya kuhabiskan dengan merutuk diri sendiri. Memilikimu secara utuh mungkin memang bisa membunuh persahabatan kita. Tapi, membiarkan diriku mengharap perhatianmu tetap untukku juga sebuah kesalahan. Karena orang yang beruntung itu bukanlah aku..

Akupun harus mulai membiasakan tidak terlalu bergantung kepadamu. Aku sudah berusaha..


"aku sudah berusaha ..
mengalihkan perhatianku.
dari kamu ..."

Monday, September 23, 2013

monolog : pergi

karena setiap malam, aku menuliskan namamu ..

Terbangun di malam hari adalah bagaimana hatiku merapal rasa. Menyadarkanku bahwa aku menyimpan sebuah luka yang terlalu berarti untuk diabaikan. Meski otakku mengatur semua porsi rasa dengan seimbang, alam bawah sadar justru dengan egois tidak mau tau. Sisi inilah yang selalu memaksaku untuk tinggal. Tinggal dengan sebuah luka usang yang aku tak pernah bisa menyembuhkannya. sampai sekarang..

Terbangun di malam hari adalah satu-satunya kesempatan bagi hati kecilku untuk mengingatkanku. Mengingatkanku bahwa aku sudah terlalu egois dengan membunuh rasa terhadapmu dengan sekali putusan. Meski seolah semuanya baik-baik saja dan aku tetap seperti biasanya, malam selalu menyisipkan kamu dalam bunga tidurku. Aku mampu untuk tidak mengingatmu. tapi ternyata aku tidak mampu untuk tidak menyimpanmu. aku tidak mampu untuk menghapus namamu,Lesmana.

"aku lelah mencintaimu sendirian" bisikku tipis padamu malam itu. Kau hanya menoleh dengan lemas ke arahku. apa maksudmu? Aku diam. Aku menunggu. Aku memberi waktu padamu untuk menjawab. Tapi kau diam. Kau membisu! Kau tak jelaskan apa-apa padaku.

"aku harus pergi sekarang" aku bangkit dan beranjak dari sisimu. ah,kau masih saja diam. Sejak awal aku sudah menduganya. Kau tidak berkata apapun. Bahkan saat aku pergi pun kau tak berusaha menahanku. atau sebenarnya, kau menungguku untuk menyerah?

Semuanya menjadi begitu sulit saat aku berusaha mencari alasan dari setiap keadaan. Sampai akhirnya aku memilih mengalah pada kehidupan orang dewasa yang selalu satu langkah lebih maju. Dan aku mengorbankan kamu. ya,aku mengorbankanmu (dan perasaanku).

Bagaimana tidak? mencintaimu saja sudah sebuah kesalahan. Kesalahan bukan hanya karena aku mencintaimu atau kau mencintaiku. Tapi karena ibuku mencintai ayahmu dan ayahmu mencintai ibuku.
Dengan tenangnya kau ucapkan "oh, hai Lolita" padaku saat makan malam itu. Saat ibuku mengundang kalian ke rumah. Saat ibuku mengenalkan kalian sebagai calon keluarga bagiku. Saat aku bahagia dengan ayah baruku pilihan ibuku. dan saat aku terluka bahwa calon ayahku adalah ayah dari pria yang aku cintai.

"Maaf, aku juga baru tau" katamu.
"Dimana perasaanmu? Kenapa kau bisa berpura-pura bahagia di hadapan mereka?" sentakku dengan keras ke arahnya.

Semuanya terasa begitu singkat sejak kau datang ke rumah sebagai seseorang yang harus kupanggil dengan sebutan 'kakak'. Mungkin tidak begitu berat selama kenyataan itu belum benar-benar terjadi. "tidak ada salahnya kita tetap begini" katamu menenangkanku bersama dengan rengkuhan hangatmu yang selalu kurindukan. Ya, kau pun tetap membagi kasihmu padaku. oh,apakah kau masih akan memelukku seperti ini kalau nanti aku benar-benar menjadi adikmu? sampai kapan kita berbohong pada ayah dan ibu? sampai kapan kita harus diam walaupun kita saling mencintai?

Hingga akhirnya aku memilih untuk pergi. Pergi darimu, pergi dari ibuku, pergi dari ayahmu.
Dan kini, setiap malam kuhabiskan hanya untuk menangisi kerinduan yang selalu mengingtkanku.
Kerinduan yang tak bisa disembunyikan di balik segala macam kesibukan yang kusengajakan.
Kerinduan yang tidak bisa dibunuh dengan sempurna.
Kerinduan yang bisa ditunda tapi tidak bisa dihilangkan.
Walaupun aku bisa menunda untuk mengingat tentang kalian, aku tetap tak bisa tertidur lelap setiap malam.
alam bawah sadarku terus mengingatkanku. Ibuku, ayahmu yang juga ayahku, dan kamu yang juga kakakku (sekaligus kekasihku).

Karena setiap malam, aku menuliskan namamu ..

Saturday, September 21, 2013

monolog : Seperti Pertama (lagi)

Kau bilang siapa tadi namamu?
Juan? nama yang unik
Sama uniknya dengan karaktermu :)

Cerita kemarin adalah tentang bagaimana kau bertemu denganku pertama kalinya. Cerita hari ini pun masih tentang bagaimana kau bertemu denganku pertama kalinya. Sepertinya hari-hari besok pun akan selalu menceritakan bagaimana pertama kalinya kau bertemu denganku. Semua kesan selepas pertemuan tiada berubah. Semuanya manis, semanis pertemuan pertama kita. Oh,tentu saja. Ini karena ulahmu,Juan! :)

Ayolah Juan, serius kau tidak tau alasannya? Tentu saja karena kau selalu memperlakukanku seperti pertama kalinya kau bertemu denganku.. Kemarin saat secara tidak sengaja mata kita bertemu, kau menatapku dengan lembut bersamaan dengan lengkungan bibirmu yang segera membentuk senyuman. Kau yang masih mengobrol dengan orang di sebelahmu tiba-tiba berjalan ke arahku. Oh, tadinya kukira pertemuan kita hanya akan berhenti di senyumanmu itu saja. Kau membimbingku dengan melayangkan tanganmu dan menjabat tanganku. Aku saja tak sedikitpun berpikir kau akan menghampiriku seperti ini. Dan lihatlah, kau berhasil membuatku terkesima,Juan!

Ah, tadinya kupikir karena kemarin memang pertama kalinya kita bertemu di luar. Oh maksudku,, kita kan satu kantor,Juan. Ah,aku baru sadar aku terlalu sibuk dengan berkas-berkas yang selalu mengejarku dengan deadline yang menyita perhatianku di kantor. Mengalihkan perhatianku dari semua hal hidup di sekitarku.

"hai" katamu. Hari ini kita bertemu lagi di kantor. Ralat! kita di kantor yang sama dan kita bertemu setiap hari. Aku saja yang selalu melihat ke arahmu tidak lebih dari tiga detik.
Setelah pertemuan kita kemarin, hari ini sosokmu berhasil membuatku tersenyum dan melihatmu dengan lima detik tatapanku. hei ini kemajuan dua detik untukku! Kemudian aku kembali mengerjakan berkasku. Aku membiarkanmu berjalan kembali dengan setumpuk berkas milikmu yang juga akan menyita waktumu. Wow! ternyata berkas bagianmu lebih banyak dari bagianku. Kenapa kau begitu santai mendapatkannya sedangkan aku saja merasa berat menyelesaikan bagianku yang tidak seberapa dibanding milikmu.

"hai" kau menyapaku sekali lagi. Aku menoleh kepadamu yang sudah berdiri di samping meja kerjaku. Mataku menangkap senyuman terukir di bibirmu. Kau layangkan lagi tanganmu membimbingku untuk menjabat tanganmu. Astaga aku malu. Aku baru sadar akan tanganmu yang halus dan begitu hangat itu. Aku menunduk seketika karena enggan terlihat salah tingkah. Tatapan yang kau miliki itu lebih cocok kau berikan kepada seseorang yang lama sekali tak kau temui,Juan. Dan caramu menatapku tadi seperti seolah-olah kau baru melihatku pertama kalinya (lagi). Aku tersanjung dengan caramu. Caramu menatapku seperti setiap kau menatapku.. untuk yang pertama kalinya.
Itulah alasannya,Juan. Sebenarnya, cukup sesederhana itu .. :)

=====



Monday, September 16, 2013

sharing : Plastik Warna merah


judulnya adalah kado yang terlambat namun tak benar-benar terlewat ^^

Entahlah, sederet kalimat itulah yang langsung muncul di benakku begitu mendapati sebuah plastik besar berwarna merah dengan label yang bertuliskan "To : Farida". Ya,siang tadi 16 september 2013. Ulang tahunku jelas sudah berlalu. Tidak hanya dalam hitungan hari atau minggu, melainkan sudah 2 bulan yang lalu. Juli!
Terhitung terlambat memang kalau kado ini adalah kado seseorang untuk ulang tahunku yang ke-19 itu. Tapi, bukankah tidak ada kata terlambat untuk memberi? iya. Baiklah, terlepas dari hal keterlambatan itu kuakui kado ulang tahun ini tidak benar-benar terlewatkan. Tentu saja, karena sekarang sudah berada di tanganku. Aku tak melewatkannya walaupun dengan keterlambatannya sekalipun.
Dan oya, tak dapat dipungkiri penemuanku ini sempat diwarnai dengan rasa curiga dan was-was. Bukan apa-apa, aku hanya sempat berpikir jangan-jangan ini hanya ulah iseng seseorang mengerjaiku. Akupun sebenarnya tidak terlalu menaruh harap *tsah! .. tapi terimakasih ya,inisial R!
Singkat cerita, kado itu dibungkus bersama beraneka jajanan rasa coklat (haha) di dalamnya. Hari ini aku puasa, jadi siang tadi begitu aku buka langsung kubagi ke temen-temenku. (dan R,saat kau bilang semoga tidak mengecewakan, aku bilang tidak kan) see.see..
Aku juga kebagian coklatnya kok, aku makan sehabis selesai buka puasa.
Nah, ada juga buku. Belum aku baca tapi mungkin tidak akan membosankan nanti sewaktu aku membacanya.
Thank You

Friday, September 13, 2013

monolog : hujan(ku)

Sudah lama tiada lagi bulatan air turun menghujaniku dari langit dimana aku bernaung di bawahnya
Hujan yang pernah menemaniku saat aku sedang sendiri
Hujan yang pernah menolongku dari bahaya
Hujan yang pernah menyekap seseorang sehingga ia jadi bersamaku .
Manisnya hujan kala itu :)

Hujanku
Hujan yang seringkali menenangkanku dari isak tangisku,
Hujan yang menghadirkan irama indah dari tiap butir perkenaannya dengan bumi ..
Ya, hujan yang itu ..

Hujan yang mengingatkanku pada anak-anak alam yang riang bermain di tengah hujan, saling bercengkerama, bercanda tawa ,, seakan tiada beban di kerasnya hidup ini.
Hujan yang indah ..

ah, aku hanya sedang merindukan hujan.. dan segala kisah yang terlahir di baliknya ..


#repost (+edit)

puisi : Pertanyaan

 (sebuah prosa, sebuah cerita ) :)(:


Berjalan,
dengan kaki yang telanjang
rerumputan berulah di sela jemariku
menyeruak dalam hati
hadirkan melodi nun syahdu dalam rindu
serasa lama sekali,tiada olehku sentuh alam ini

bebatuan dan kerikil,
kembali ingatkanku bahwa jalan tak selamanya mulus
halus,seperti yang selalu kita harap
mutlak,setiap orang dihadapkan cobaan,bukan?
Alam gariskan itu,dan terlukiskan sebagaimana hidup

dan seberang alam,
selalu tampak pesona lebihnya
lenakan mata,kaki pun beranjak
dan benar,dijamunya dengan pemandangan indah
alam baru,
tanpa sadar,diperdaya alam seberang itu

Kemanapun,siapapun pergi.
Saat kembali,tujuan pastilah rumah.

Maka,teringatku kembali
dengan rumput,gemericik air,dan juga bebatuan
kembalilah aku,
hingga kutemu seorang anak alamku
cerminan seorang aku
berdiri ia bertelanjangkan kaki
sampai tak ada jarak denganku
hingga kudengar,dia bertanya
"pernahkah kau mencintai orang yg berbeda denganmu? Lalu,orang itu juga mencintaimu? Jika iya,tentu kau bahagia,bukan?" dia tampak tersenyum, tp samar,linangan air matanya, dan ia bertanya lagi,,
"tapi,jika suatu saat,kau sadar cintamu bisa membunuhnya...Apa yg akan kau lakukan? Hilangkan rasamu? Atau kau tetap memungkirinya,bahwa kau tak lagi boleh mencintainya?

Dan,sepi,hening . Lalu senyap .
Apa ini? Garisan alam yang baru dihadapkan padaku ..


#repost

monolog : bocah alam

Sebuah pengembaraan, tujuan, dan tempat asal.
Dengan seksama, mataku menerawang dalam pada sebuah foto di tanganku. Ah,sebentar lagi aku akan sampai di daerah yang tergambar di foto ini. Daerah yang masih sangat kental dengan kenangan saat aku masih bocah.

Ya, kisah klasik bersama mereka yang kusebut sebagai anak alam. Adalah cukup di masa itu yang dipikirkan hanyalah bermain, bermain, dan bermain . Masa dimana anak-anak alam selalu menginginkan cukup seperti apa yang dilihatnya. Masa dimana tidak salah jika melihat dunia seperti permainan belaka yang selalu menyenangkan.

Di foto itu,
aku  mendapati sosok cilik di tengah anak-anak alam itu. Tampak  polos, sederhana, dengan tawa tanpa beban di raut wajahnya. Tentu saja, sosok cilik itu adalah aku. Aku, si bocah cilik yang lugu itu. Gambar itu menunjukkanku yang tengah berlari bersama teman-teman sebayaku kala itu. Aku bukanlah anak alam seperti mereka, tapi mereka merangkulku saat aku datang. Waktu membawaku kepada mereka dan meleburkan kami dalam sebuah kisah klasik bocah-bocah cilik.

Foto itu selalu mengingatkanku. Ada kalanya, hari selalu mempertemukan aku dengan mereka. Entah itu siang hari yang panas, atau sore hari yang kerapkali hujan. Selalu ada permainan asik yang mereka pamerkan padaku. Sederhana, dipetiknya dari alam. Astaga, mereka adalah pengingat nyata buatku. Bahwa alam memang diciptakan untuk kita dan kita bisa petik banyak manfaat darinya.

Itu dulu,
di masa cilikku.

Sedangkan kini, aku telah tinggalkan tempat itu untuk perluas ilmuku. Ah,alam selalu mengingatkanku pada anak-anak alam itu. Dengan keluguan yang sedemikian rupanya, dengan kesederhanaan hidup yang tiada direka-reka. Dan dengan kebaikan sikap bersama besarnya solidaritas. Indah bukan?

Kepulangan ini, membawa serta kerinduanku atas anak alam.
Seandainya waktu ini mempertemukanku dengan mereka, betapa beruntungnya aku ini.
"alam selalu rekam tiap kenangan cilikku bersama kalian. Alam pula yang memutar memori itu kembali untukku dan aku selalu merindukan bercakapan lagi dengan kalian"


ingatkah kalian dulu kita berlari bersama di tengah derasnya hujan ?
Berputar-putar dengan riang di tengah lapangan ?
bersepeda bersama berangkat sekolah tiap paginya ?
dan juga saat kita siang-siang melawan arah angin untuk berangkat pramuka di hari jumat itu ? Y
ang kemudian di tengah jalan aku terjatuh bersama sepedaku dan kau tertawa saat itu sehingga tawamu cegahku untuk menangis ? Aku masih mengingat semua itu. Aku tidak akan pernah lupa.

Bahkan aku masih ingat setiap detik di siang itu. Pulang sekolah kita bermain tanah di samping masjid. Kemudian kita ke kebun jeruk di belakang rumahku. Lalu kita mengaji bersama ibuku . Indah sekali ..
Alam pun memanjakan kita untuk bermain .

sekarang ..
saat kita sudah bukan bocah cilik lagi ..
rinduku mengulang kisah-kisah klasik menjadi anak alam lagi ..
anak alam yang pemberani
anak alam yang kaya hati
anak alam yang selalu peduli


Kita tidak akan pernah lepas,, dari alam ..

#repost (+edit)

Wednesday, September 11, 2013

cerpen : hujan (lagi)



Dini hari. Bahkan sebelum mataku terpejam pun, bunyi alarm di ponselku sudah nyaring memenuhi seisi kamarku. Alarm yang semakin berisik itu kubiarkan sampai diam kembali walaupun aku tau nadanya cukup panjang. Sedikit tersibukkan dengan apa yang bergelayutan di setiap ujung cabang pemikiranku. Ibuku akan mengenalkan calon ayah baru untukku hari ini. Berbagai kemungkinan dengan bebas menguasaiku.
Akhirnya matahari pagi menampakkan diri seolah memberitahuku bahwa waktu bersantaiku sudah habis. Ah, aku tidak benar-benar merasa telah bersantai. Aku harus enyah dari nyamannya selimut hangat ini dan beralih ke air yang dingin.
Sedikit mengintip ke kamar ibu. Ibu pasti sangat bahagia karena sepagi ini ibu sudah terlihat sangat cantik dengan balutan dress merah marun kesayangannya. Segaris bibir tipisku membentuk senyuman dengan sendirinya. Dan aku tau tidak akan ada yang perlu aku cemaskan hari ini ..

tidak ada,, sampai akhirnya aku tau sesuatu yang buruk telah merusak sebagian kebahagiaanku.
[cerpen hujan (lagi) bagian 1 bersambung]

sharing : kucingnya lucu


Setiap hal memiliki cerita :)
adalah hal yang menyebalkan saat aku melihat si kucing kecil ini dengan seenaknya sendiri mencari apapun yang bisa dimakan. ah,perasaanku selalu tidak enak setiap melihatnya muncul dari balik pintu. Namun, satu hal yang merubah pemandangan yang menyebalkan itu menjadi hal yang justru menggelikan.
kau tau? kucing punya gigi kan. Nah, dengan liarnya si kucing ini menarik sisi plastik yang keluar dari lubang tempat sampah itu. Saking semangatnya sampai si kucing tidak bisa melepaskan gigitannya dari plastik itu. Alhasil tempat sampahnya yang jatuh. Giginya masih tersangkut di plastik itu!
kasian sekali. Jadi aku memutuskan untuk membenarkan kebali letak tempat sampah itu. (dan lagi) si kucing tetap mengikuti arah tempat sampah itu berdiri. Astaga, aku baru sadar giginya masih saja tersangkut! tapi tidak mungkin juga kan aku menarik gigi si kucing itu dan membantunya melepaskan plastik itu.
Aku masih menikmati pemandangan lucu ini.(lebih lucu bila kau melihatnya langsung). Kemudian aku baru saja tertarik untuk memotretnya dalam kondisi payah begitu. Sayang sekali bila hanya aku melewatkannya tanpa menyimpannya dalam galeri potretku :) .. maaf ya dek kucing :p

monolog : quarter of you :)

pada dasarnya semua hal itu bisa menjadi candu .
ya, candu itu setingkat lebih tinggi dibanding kesenangan.

aku?
layaknya kecanduan yang bisa berkembang dengan bebas, akupun melihat hal menarik dalam dirimu. Menarik karena kau tidak memperlihatkan pesonamu dengan sengaja dan itu membuatku sedikit ingin tau. Menarik karena kau menjelaskannya padaku dengan begitu 'natural'. Tidak dibuat-buat.

kau?
ya,tentu saja. Dengan murni memamerkan bola matamu yang bulat dengan warna hitam sempurna. Satu hal yang sampai sekarang aku belum bisa melihatnya dengan leluasa. aku malu.
waktu membawaku menikmati segala hal yang ada pada dirimu. Awalnya mengenalmu adalah cukup dan kini berkembang. Aku ingin lebih mengenalmu dengan semua hal yang ada padamu.
seperti..kau tau? tawamu yang magis itu. Dengan melirik sedikit saja ke arahmu, aku bisa melihat rapinya barisan gigimu yang kau pamerkan saat kau tertawa. menarik .. Boleh aku memotretnya? tapi sama saja. aku malu. pemandangan yang menarik bagiku..
akhirnya, aku hanya merekamnya dalam ingatanku. Aku tidak berani mengarahkan lensa kameraku ke arahmu. belum..

satu hal lagi yang aku sendiri bahkan baru saja menyadarinya. Aku suka, waktu dimana aku melihatmu berjalan di depanku. Melihatmu yang baru saja membasuh wajahmu dengan air. Melihat air yang dengan ramainya membasahi setiap cekung cembung wajahmu. Basah sampai bagian depan rambut di kepalamu yang semuanya kau sibakkan ke belakang saat kau membasuhnya. Rambut yang tidak panjang tapi tidak pantas juga kusebut dengan pendek. Tanpa kukomandopun, dengan sendirinya kedua mataku melihat ke arahmu, menikmati indahnya pemandangan itu. Rambut basahmu yang baru saja tertiup angin dan dengan santainya jatuh ke atas dahimu. Menyenangkan sekali kalau bisa memotretmu saat itu.

Mengagumimu sendirian masih menjadi zona nyamanku dalam kediaman ini. Tidak banyak yang aku lebih tau, namun yang pasti..aku hanya sedang dilanda,,candu.

Wednesday, August 21, 2013

monolog : sinau !

sinau !

sebuah kata 'magic' dari ibuku yang rutin aku dengar di setiap malam-malamku di rumah. Meski bukan ditujukan padaku, aku cukup kecipratan oleh gelegarnya.

"ahaha" adik kecilku yang masih SD itu malah masih sibuk dengan mainannya. spiderman di tangan kanan dan power ranger di tangan kiri. Dihantamkannya keduanya tepat di depan matanya. Dengan suara dramatis "duamm" yang keluar dari mulut kecilnya. ah dasar anak kecil, tidak paham keadaan.

ibu yang semakin jengkel melihat ulahnya pun kembali berteriak sinau !

lalu, aku yang berjarak tidak jauh dari adikku, tertarik untuk ikut berpartisipasi membujuk si kecil untuk beranjak belajar. Tapi sia. Dia saja tak mendengarkan kata ibuku. Apalagi aku?
Sebuah akal licik mulai menghasutku untuk merebut mainannya. Mungkin saja si kecil mau belajar setelah mainannya kurampas. Dengan satu gerakan kecil, akhirnya mainan itu berpindah ke tanganku.
Dia diam saja dan menatapku. Astaga apa maksudnya?
Lima detik kemudian dia keluarkan senjata andalannya. nangis!
Aduh, aku tidak tega. Akhirnya kukembalikan. dasar anak kecil.

Akhirnya ibuku memilih untuk mengambil sebuah buku. Buku Matematika. Akhirnya Ibu duduk di samping si kecil, menemani belajar sekaligus menemani si kecil bermain
"ngajari cah cilik ki kudu sabar" Ibu berbisik ke arahku. Aku tersenyum simpul. Apa aku dulu kecil juga segitu susahnya disuruh belajar? :)

Bayangan itu begitu saja menyeruak muncul dalam ingatanku. Sesaat setelah baru saja aku melewati toko mainan yang di etalase depannya terpajang mainan kecil power ranger merah,kuning,hijau,hitam,putih (apa lagi tadi yaa)
Mestinya aku sekarang ini juga berkat bimbingan ibu sejak kecil.
satu kata "sinau" yang dulu aku tak begitu paham apa manfaatnya, sekarang begitu nyata memberikanku manfaat setiap waktu. Bahwa betapa pentingnya belajar dan koleksi berbagai ilmu sejak kecil. Ilmu inilah yang menjadi kunci bagiku menggenggam dunia. Duniamu takkan berarti tanpa ilmu. Dan itu semua berawal dari sebuah kata. sinau !

cerpen : Cinta yang Memilih



Mahasiswa kupu-kupu. Mahasiswa kuliah-pulang kuliah-pulang. Entah sampai kapan gelar ini akan menemani setiap langkahku di setiap jalan kampus. Sama sekali belum terpikirkan olehku untuk menyudahi aktifitasku yang hanya itu-itu saja. Bukankah mahasiswa adalah agen atas perubahan. Tapi bagaimana bisa merubah dunia kalau aku hanya belajar di dalam kelas. Lamunan ini terus menggangguku di sepanjang jalan menuju halaman parkir.
“Amanda” dalam lamunanku aku bisa mendengar seseorang memanggil namaku. Tidak,aku tidak merasa dipanggil karena ada lebih dari sepuluh orang bernama Amanda di kampusku. Tidak sampai akhirnya bahuku dikejutkan dengan sebuah tepukan tangan yang padat.
“Kemal. Kenapa?” sedikit kaku lidahku mengucapkan nama itu. Terlebih di depan pemiliknya langsung. Seseorang yang kuduga aku menyukainya. Bintang lapangan yang begitu sulit kugapai. Bahkan kesempatan berbicara dengannya pun tak pernah ada.
“Boleh aku pinjam catatan Kalkulus tadi pagi? Aku tadi terlambat” ucapnya dengan wajah yang tulus walaupun tidak sedang tersenyum. Setiap detik dengan sempurna mataku merekam setiap geraknya. Dan aku akan memperlambat setiap gerakannya untuk menikmatinya dalam ingatanku.
“sebentar,ini” aku mengusahakan senyum maksimalku ketika memberikan bukuku padanya. Tidak begitu buruk karena kulihat Kemal juga menampakkan senyum indahnya. Pemandangan ini pun berakhir ketika Kemal berterimakasih padaku sambil melayangkan tangannya dan berlalu.
Bayangan Kemal masih memenuhi pikiranku sepanjang jalan pulang. Aku sibuk memikirkan alasan Kemal memilih untuk meminjam catatan milikku. Berbagai dugaan indahku menyeruak begitu saja. Tapi perlahan aku tersadar kembali bahwa aku hanyalah mahasiswa polos yang hanya mengenal kelas dan buku. Alasan Kemal memilihku tentu saja karena akulah mahasiswa yang pasti maksimal di kelas. Ah sudahlah.
Jarak kampus ke rumahku tidaklah sedikit. Lamunan indah tadi pun berakhir di tengah jalan. Akupun mulai kembali konsentrasi penuh pada jalan raya yang mulai padat ini. Tiba-tiba segerombol motor dari arah belakang yang terus saling berlomba memainkan klaksonnya mengganggu konsentrasiku. Sambil melihat dari spion motorku, aku menepi ke sisi kiri jalan. Satu-satu dari mereka mulai melewatiku. Aku melirik dengan waswas ketika motor yang terakhir tepat melewatiku. Sebuah kebetulan yang buruk karena pemilik motor itu tidak lain adalah Arial. Bang Arial begitu aku biasa memanggilnya. Mahasiswa semester atas yang konon terkenal sebagai mahasiswa tergalak tahun ini. Daripada gelar itu, sebenarnya aku lebih setuju Bang Arial itu disebut sebagai mahasiswa brandalan. Selalu ada di tiap keributan kampus. Banyak yang menentangnya dan banyak juga yang selalu mencari cara untuk menjebaknya. Namun sia saja, Bang Arial bukan jenis brandalan yang bodoh. Tentu tak bisa dipungkiri kalau ternyata Bang Arial adalah mahasiswa cerdas yang begitu banyak dosen memujinya. Dan sifat brandalannya itu bisa terbayar lunas oleh kecerdasannya yang selalu mengharumkan nama kampus.
 “ah mereka selalu begitu” Begitulah setiap aku pulang sore. Tidak ada seharipun aku menghabiskan jalan ini tanpa keributan motor Bang Arial dan teman-temannya itu. Akhirnya sisa jalan ini aku habiskan untuk menyesalinya.Ya, aku tau persis bagaimana sifat bang Arial di luar kampus bahkan di rumahnya. Rumahnya hanya berjarak 2 rumah dengan rumahku.
Aku memperlambat laju motorku ketika tidak sengaja mendapati sosok Kemal di depan rumah Nadia,teman dekatku yang kuliah kedokteran di Bandung. Nadia baru saja keluar rumah saat aku mau menyapanya. Namun tertunda saat kudengar Kemal memanggilnya lebih dulu. Tapi aku memutuskan untuk tidak jadi menyapanya setelah tersaadar kemal memanggilnya dengan sapaan ‘sayang’. Aku kecewa dengan sempurna. Kuputuskan untuk mempercepat kembali laju motorku. Melakukan adegan patah hati yang dramatis.
“Aku memang tidak bakat dalam urusan beginian” kataku merutuki diri saat sampai di depan rumah. Setengah sadar kugerakkan kepalaku menoleh sebentar ke rumah Bang Arial. Aku masih ingat saat ospek dulu tiba-tiba Bang Arial memukul Dimas,temanku yang waktu itu berbaris tepat di belakangku. Kebetulan Bang Arial termasuk panitia ospek di tahun awalku jadi mahasiswa di kampus. Aku yang masih polos itu terang saja menangis saat melihatnya, walaupun hanya tersedu. Yang masih tidak kumengerti adalah waktu itu aku mendengarnya berbisik ‘maaf’ ke arahku.
“Amanda, kamu ngapain disitu terus” ternyata mama sudah pulang dari kantor. Ya, orang tua tunggal yang bekerja keras setiap hari demi anak tunggalnya.
“Ma, kenapa aku selalu gagal jatuh cinta” tanyaku polos di dalam pelukannya. Berapapun usiaku, aku tetaplah seorang gadis kecil di depan mama. Mama tau betul aku orang yang tertutup dan hanya dialah yang menyaksikan setiap rinci ceritaku.
“kamu tidak gagal,sayang. Kamu cuma diuji sebelum cinta yang memilihmu itu datang” katanya sambil membelai rambut panjangku berulang kali. Aku selalu membenarkan semua yang ia katakan. Terlepas dari kenyataan bahwa ia memang orang tuaku, ia berkata apapun juga pasti karena ia pernah mengalaminya.
Ketika bintang malam datang, aku selalu memilih belajar di taman rumah. Di atas meja dan kursi taman ini aku melukiskan semua cita-citaku. Mengalir dalam tinta penaku yang menjawab semua butir soal pertanyaan dengan jawaban sempurna.
Hari baru dengan rasa baru. Bagiku begitu mudah menyembuhkan luka patah hati kemarin. Kemal mengembalikan buku catatanku dengan wajah seperti bagaimana biasanya dirinya. Yang berbeda hanyalah aku. Aku tak lagi berdesir melihatnya walaupun aku masih terpukau dengannya ketika ia berlari di lapangan dan menggiring bolanya.
“Manda” Aku menelan ludah mendapati Bang Arial menghampiriku saat aku keluar dari kelas Kalkulus. Samar kulihat bagian telinga kanannya agak lebam dengan sedikit darah di ujung bibir kiri. Jelaslah aku tak perlu tanya. Bang Arial habis berkelahi.Lagi.
“Ada apa bang?” tanyaku kaku. Bang Arial selalu menghindariku di kampus. Atau mungkin aku yang tidak sadar menjauhinya selama di kampus. Entahlah.
“Kamu harus pulang denganku. Nggak perlu tanya kenapa” dengan satu gerakan, dia membimbingku berjalan tepat di depannya. Ekor mataku bisa menangkap gerakannya mengawasi sekitar. Firasat buruk menguasai pikiranku.
“Aku mau pulang sendiri” kataku setengah berteriak saat kami sampai di halaman parkir. Beberapa temanku mulai memasang mata ke arah kami. Mungkin beberapa heran bagaimana bisa Bang Arial bisa dibentak oleh mahasiswa tulen yang sama sekali tak punya tampang brandalan sepertiku. Biarlah.
“oke,oke” dia pergi.
Akhirnya tinggal aku. Sedikit merasa aneh tapi sebisa mungkin kubuat santai. Selepas dari kampus, perjalanan pulangku baik-baik saja sampai di tengah jalan dan aku yakin tidak ada yang perlu dicemaskan. Sedikit merasa kehilangan karena sudah sampai di lampu merah terakhir, tapi Bang Arial dan teman-temannya tidak juga kelihatan di jalan ini. Sambil menunggu lampu merah menjadi hijau, tiba-tiba aku mendengar segerombol motor dari arah belakang. Karena kukira itu adalah Bang Arial, aku memberanikan diri menoleh ke belakang. Tapi ternyata bukan. Orang yang berada di paling depan adalah Arman, orang yang pernah terlibat perkelahian hebat dengan Bang Arial. Arman tidak menyadari keberadaanku. Aku kembali melihat ke depan. Sedikit melihat ke spion, seseorang di belakangnya membisikkan sesuatu kepadanya dan aku mulai takut.
Lampu hijau. Aku mempercepat jalannya motorku. Namun mereka membuntutiku. Sebelumnya aku tak pernah merasa terancam seperti ini. Tapi sudahlah. Aku hanya ingin cepat sampai rumah.
Sesampaiku di depan rumah. Aku segera membuka gerbang depan rumah tapi ternyata mereka datang dan kini sudah tepat di depanku sebelum aku berhasil membuka kunci gerbang.
“kau Amanda kan?” Arman memberiku pertanyaan yang sungguh tidak perlu kujawab. “Dimana rumah Arial?” pertanyaan yang langsung ke inti. Tanpa basa-basi. Aku jelas tak mau menjawabnya. Bagaimanapun Arman dan Arial adalah brandal kampus yang sama kuat. Arman pasti berniat tidak baik padanya.
“Maaf kak. Aku tidak tau” jawabku sambil kembali berusaha membuka kunci gerbang.
“Dimana rumah Arial?” setengah berteriak, Arman berteriak di telingaku.
Tiba-tiba Bang Arial dan teman-temannya datang. Entah mereka muncul dari mana, kecemasanku sudah menguasai akal sehatku. Bang Arial menyuruhku masuk ke dalam rumah dan aku menurut. Dari dalam rumah aku menyaksikan lagi perkelahian besar kedua Bang Arial dengan Arman. Mataku tak pernah lepas dari sosok Bang Arial. Dadaku merasakan perihnya ketika pukulan Arman mendarat di mulut Bang Arial. Teringat akan bekas lukanya tadi sore. Sekarang justru kena hantam lagi. Pasti sakit sekali. Aku menangis sejadinya. Kenapa masih ada saja pertengkaran semacam ini.
“Kak Arman,hentikan” aku buka pintu rumah dan meneriakinya. Tepat ketika Arman menoleh ke arahku, Bang Arial menghantam wajahnya. Seketika perkelahian itu usai, Arman dan teman-temannya pergi.
“maafkan aku kau harus melihatnya lagi. Apapun yang kulakukan, aku hanya ingin melindungimu. Setelah mereka tau kau mengenalku,mungkin akan ada yang lebih lagi dari ini. Tapi aku bakal selalu ada di dekatmu. Aku nggak bakal biarin mereka menyentuh kamu sedikitpun. Aku sayang kamu,Amanda. Percayalah, kita bakal baik-baik aja” katanya sambil merengkuhku sangat dalam. Jauh di dalam pelukan dan dalam hatinya. “Mama, cinta datang merengkuhku” bisikku.



^^cerpen yang kukarang selama kurang lebih 2 jam ini akhirnya selesai. Entah ada inspirasi apa tadi. Cuma iseng. Maklum kalo jadinya agak panjang :D *happyReading #ThanksForReading :)

MY WEDDING ^^

MY WEDDING ^^