Kau
yang tak mungkin meninggalkan seseorang
Dan kau yang tak mungkin membuat seseorang meninggalkanmu
Dan kau yang tak mungkin membuat seseorang meninggalkanmu
Cerita
tentang ‘meninggalkan’ dan ‘ditinggalkan’ memang bukan hal asing lagi bagi
kita. Karena pada dasarnya apapun yang kita jalani tentu akan ada akhirnya. Seperti
sebuah zona nyaman yang sangat menyenangkan untuk kau tinggal di dalamnya.
Tidak peduli betapa kau sangat menginginkannya, pada akhirnya kau berpikir
tidak seharusnya kau meringkuk nyaman di dalam zona itu lebih lama lagi. Tentu
saja karena kau punya sebuah tempat yang kau sebut sebagai rumah, juga sebuah
tempat yang sejak awal menjadi tujuanmu.
Analogi
yang tidak terlalu buruk kan untuk masalahmu? Kau yang tak mungkin meninggalkan
seseorang yang pertama kali membawamu keluar rumah dan membuatmu berani
menentukan harapan penuh arti sebagai tujuan bersama. Dan di sisi lain kau yang
juga tak mungkin membuat seseorang lain yang kau temui di tengah perjalananmu
dan menciptakan zona nyaman terkhusus hanya untukmu tiba-tiba meninggalkanmu.
Tentu saja, kau sedang berpikir bahwa tak mungkin kau meninggalkan orang
pertama. Tak mungkin pula untuk membuat orang kedua meninggalkanmu begitu saja.
Kau jelas berbohong kalau kau memungkiri kenyataan bahwa kau membutuhkan
keduanya, orang pertama yang mungkin kau cintai dan orang kedua yang mungkin
membuatmu merasa spesial. Kau hanya terlalu takut untuk kehilangan salah
satunya.
Adilkah?
Tentu saja pertanyaan itu tak hanya sekali atau dua kali terlintas di benakmu.
Ah, semua ini hanya akan terasa adil ketika orang yang kau cintai adalah orang
yang juga membuatmu merasa nyaman. Namun ketika itu adalah dua orang yang
berbeda? Bagian mana yang akan membuatnya terlihat adil? Begitulah kau mengatur
keadaan. Kau memilih jalan tengah. Kau membenarkan keputusanmu dengan alasan
untuk kebaikan bersama, tentu saja. Hanya dengan begitu kau bisa membuatnya
terlihat adil bersama. Tapi bukankah jalan tengah itu semu? Kau tahu betul kau
telah melalaikan satu celah penting tapi kau berusaha mengabaikannya. Apakah
itu? Kau tahu sendiri jawabannya.
Selalu
ada waktu untuk menjelaskan. Selalu ada waktu untuk meluruskan. Hanya saja
permasalahannya adalah apakah kau memanfaatkan kesempatan itu? Kebanyakan pasti
menganggap kesempatan pertama sebagai angin lalu. Padahal hanya karena kau
merasa tidak siap. Sampai akhirnya kau berpikir kau sudah mengambil terlalu
banyak waktumu untuk menikmati keadaan. Sedangkan kau tak lagi menemukan
kesempatan serupa yang selalu kau lewatkan. Jadi bagaimana? Maka kau memilih
untuk membuat kesempatan itu ada untukmu sendiri. Ya, memang seharusnya begitu.
Pada
akhirnya kau memutuskan untuk mengakhiri apa yang semestinya tidak pernah kau
awali. Tidak, kau tidak menyalahkan siapapun atas apa yang sudah kau lalui.
Tentu saja, bukankah terlalu berharga untuk disalahkan? Karena sadar atau
tidak, kau menikmatinya. Kau bahkan berusaha untuk mengakhirinya dengan baik.
Sakit? Tentu saja kau pasti mendapatkannya. Sakit karena pada akhirnya kau
harus melukai seseorang. Sakit karena kau harus membuat orang itu
meninggalkanmu saat sebenarnya kau juga menginginkannya. Sakit karena keesokan
harinya kau harus melihat wajah itu berpaling dari arahmu. Sakit karena keadaan
berbalik begitu cepat, begitu tiba-tiba. Sakit karena kau mengira kau akan
baik-baik saja tapi ternyata tidak, kau tidak baik-baik saja.
Jadi
bagaimana selanjutnya? Tentu saja kau harus kembali. Tidak, kau tidak harus
kembali. Kau hanya harus melanjutkan apa yang semestinya kau perjuangkan.
Memperbaiki apa yang telah kau lewatkan. Membuat dirimu kebal atas apa yang
melemahkan. Dan yang paling tahu tentu bukan lain adalah dirimu sendiri.
Menjadi siapa yang kau inginkan.
Menjadi
yang meninggalkan
Atau menjadi yang ditinggalkan
Hanyalah tentang menjadi siapa yang kau inginkan
Atau menjadi yang ditinggalkan
Hanyalah tentang menjadi siapa yang kau inginkan