Wednesday, March 16, 2016

monolog : Seseorang. (yang merepotkan)

Hari baru.
Dengan rutinitas yang sama.

Aku berjalan sendirian di pagi yang sibuk ini. Tidak, orang-orangnya lah yang sibuk. Begitu banyak derap kaki yang melangkah dengan cepatnya. Sebagian saja yang berjalan dengan santai, termasuk aku. Sepagi ini hanya satu hal yang kupikirkan. Aku ingin tidur. 

Sebenarnya tidak banyak juga hal yang kulakukan sepanjang malam tadi. Aku hanya terhanyut dalam beberapa tulisan yang harus kurevisi secepatnya. Tapi waktu selalu saja mendahuluiku dengan egois. Hingga akhirnya semua orang sudah terbangun, saat bahkan aku saja belum sempat memejamkan mata. Oh baiklah, jangan salahkan waktu. Salahkan saja aku.

Masih dengan langkah yang kelewat santai, aku mendengar sesuatu yangg tidak asing. Apakah seseorang baru saja menyebut namaku? Aku berhenti dan menoleh dengan hati-hati. Seorang pria tampan berdiri tak jauh dari posisiku. Sekali lagi ia membuka mulutnya. "Zahra bukan ya?" Aku hanya tersenyum, berusaha mengingat seseorang yang mungkin saja mengenalku di tengah kota ini, kota yang baru kutinggali dua pekan ini. Selang beberapa detik, aku mengingatnya. Astaga, bagaimana mungkin aku melupakanmu?

Ya, aku baru sadar pria tampan itu adalah kamu. Kamu yang selalu kurindukan. Kamu yang selalu kutunggu di setiap penantian. Bagaimana bisa begini? Aku hampir saja tidak mengenalimu. Aku hampir saja melupakanmu. Dan ini semua adalah salahmu.

Bagaimana bisa kau pergi begitu lama?
Aku ingat beberapa tahun lalu seorang gadis kecil menangis di depan pintu, terus menerus memanggil dan merapal namamu. Kau tahu siapa gadis kecil itu? Aku. Padahal kau, saat itu hanyalah anak laki-laki kecil yang selalu saja merepotkanku. Ah, kita berdua masih anak-anak waktu itu.
"Zahra bukan ya?" Kau bertanya sekali lagi. Aku harus berkata apa?

Orang berlalu lalang dalam jarak yang memisahkan kita. Perlahan sosokmu pun lenyap dalam keramaian. Aku menepuk kedua pipiku. Aku sedang berusaha untuk tidak peduli. Aku pun melanjutkan berjalan dengan langkah kakiku yang tak selebar langkah-langkah di sekitarku.
Tapi kenapa? Kenapa aku melangkah menuju dirimu? 
Oh, masih di situ kau rupanya. 
Kamu serius menungguku? Di tengah orang-orang ini? 
Ternyata kau masih sama saja, selalu merepotkanku.

-The End-

puisi : masihkah sama?

Masihkah sama?
pandangan lurus nan teduh dari matamu,
senyum simetris di kedua sisi bibirmu,
dan lembutnya belaian kasih sayangmu.

Aku teringat,
betapa erat genggaman tanganmu,
saat kita menyeberangi jalan itu bersama.
Aku teringat,
betapa tersipu malunya aku,
saat kau mulai goda aku dengan rayuan gilamu.
Aku teringat,
kau selalu ingin melihat aku marah,
tapi setelahnya kau hujani aku dengan candaan mesra.
aku masih tidak mengerti,
tapi kau berhasil,
karena aku tertawa.

Masihkah sama?
Kamu dan aku, kita.
Kemarin, kini dan nanti.

Salam rindu.
Dari kekasih,
yang masih terus merapal namamu.

Tuesday, March 15, 2016

puisi : Aku, si wanita bertopeng


Merdu malam jika saja ia hadirkan gerimis
temani sepiku yang semu di balik senyum palsu
lenakan aku dengan melodi lagu rindu
serta rintik-rintik yang sempurna jatuh berbaris

sisa keikhlasan ini rupanya mulai memberontak
mengambil alih putusan pertahananku
mengoyak habis energi positifku
diam-diam menggerogoti kenangan indahku

Sekarang apa lagi?
Ah, aku bosan bersembunyi
Di balik topeng yang tersenyum alangkah manisnya
Sialku,
Malam ini tetap akan berlalu tanpa gerimis
Ah benar juga, bahkan batinku ini lebih dari sekedar gerimis,
 aku menangis.

MY WEDDING ^^

MY WEDDING ^^