Saturday, May 11, 2013

cerpen : Kau Beku dan Aku Membisu



Dalam diam aku memperhatikan seseorang dengan sebatang rokok di sela jemarinya. Pandangannya lurus seolah memikirkan sesuatu dengan kerasnya. Begitulah cara mencari ide cemerlang versi Erlangga Rahardian,sosok kakak tingkat yang menyita sebagian perhatianku sejak awal kami bertemu di suatu forum diskusi lingkup jurusan. Menurutnya,ide cemerlang bisa terlahir spontan dari kenikmatan menghisap rokok.
Belum habis rokok itu dihisapnya,dia sudah membuangnya dan beranjak dari tempatnya. Sepertinya buah pemikiran sudah berhasil ia tangkap. Aku masih memperhatikannya lengkap dengan setiap langkah tegasnya. Setelah sosoknya hilang termakan sudut jalan,aku memalingkan muka dari arahnya semula.
“Fika” suara Bagas mengejutkanku. Aku tidak tau sejak kapan Bagas duduk di sampingku. Deretan giginya yang rapi itu menyambutku dengan seribu makna yang tak bisa kutebak. “menunggu hujan itu seperti menunggu keputusan apakah kita memilih move on atau tidak” katanya sok puitis.
“apa?” tanyaku tidak mengerti. Bersamaan dengan itu,aku menyadari sosok Erlangga baru saja berjalan kembali melewatiku. Aku tertegun karena seolah-olah kami seperti dua orang yang tidak saling mengenal. Walaupun aku juga tak benar-benar yakin apakah dia masih mengingatku.
“Gini Fik.. aku tau seseorang sedang menyita perhatianmu kan,tapi kamu nggak mau beralih dari masa lalumu. Gimana bisa kamu move on,Fik?” Kata-katanya selalu menyadarkanku dan membuatku tau apa yang tidak seharusnya kulakukan.
“Bagas,Erlangga terlalu beku buat dicairin. Aku juga ragu jangan-jangan dia sudah lupa sama aku” ungkapku terdengar seperti orang yang putus asa.
“kamu tau dari mana? Kamu udah usaha apa?” ucapnya lagi. Aku hanya terdiam memikirkan jawabannya. Apa yang sudah kulakukan? Aku hanya menilai seseorang dari bagaimana tampaknya. Hujan yang semakin deras membimbingku menerbangkan lamunanku dan jauh entah kemana. Aku terhentak seketika mengingat seseorang yang menanyakan hubunganku dengan Erlangga. Tampaknya dia akan menjadi seseorang yang berbahaya kalau saja aku terlihat dekat dengan Erlangga. Hah. Aku menghela napas.
“Cuma orang bodoh yang membiarkan kunci motornya jatuh” langkahku terhenti mendengar suara Erlangga di belakangku. Dengan cepat aku membalik badanku. Astaga,sosoknya dengan tegap berdiri sambil mengulurkan tangannya yang menggenggam kunci motorku. Kuangkat tanganku menyambar kunci itu,tapi ditariknya kembali tangannya. Entah apa maksudnya,aku hanya menatapnya tidak percaya. Aku terlalu terkejut mendapatinya berbicara padaku. Seingatku kami hanya pernah mengobrol saat forum diskusi dua bulan yang lalu. Kami berdua saling berkenalan sebagai hubungan kakak tingkat dan adik tingkatnya dan bercerita sedikit di luar topik forum. Mungkinkah dia masih mengingatku.
“ikut aku” katanya sambil menarik tasku dan memaksaku ikut dengannya. Padahal aku baru saja mencoba tersenyum. Apakah dia tidak tau bagaimana seharusnya memperlakukan wanita?
Di sinilah kami sekarang. Sudut koridor lantai 1 yang sepi. “kenapa kita…...” belum selesai aku bicara,Erlangga sudah menyela kata-kataku.
“kamu diapain sama Gatit?” dia bertanya seperti sedang marah. Aku mencoba mengingat nama Gatit yang tidak begitu asing kedengarannya. Bingung menghiasi ekspresiku begitu sadar Gatit adalah teman angkatan Erlangga yang akan  menjadi ancaman pertamaku kalau aku terlihat menyukai sosok Erlangga.
“nggak kok,Kak Gatit cuma nasihatin aku” kataku bernada polos sambil menoleh ke kiri-kanan. Aku tidak mau seseorang melihatku bersama Erlangga seperti ini.  Erlangga tidak bertanya lagi selama sepuluh detik setelah itu. Kami terdiam sebelum akhirnya dia membalikkan badannya dan berjalan pergi. Aku hanya terheran-heran namun setelah tersadar kunci motorku masih ada padanya aku mengejarnya.
“Kak,kuncinya” kataku sambil berjalan cepat mengikutinya tapi dia tetap berjalan seolah tak mendengar. Saat sebentar lagi aku hampir mencapai jaraknya,segerombolan orang mengacaukan penglihatanku. Aku mencari-cari dimana Erlangga berada namun  telalu banyak orang menghalangi pandanganku. Kemudian aku menyadari sosok Gatit  dan teman-temannya rupanya mengintaiku. Aku berniat menghindar dari jangkauan mata mereka. Namun sia. Gatit mencekal tanganku dan menarikku dengan paksa ke samping toilet wanita. “kak,sakit” ucapku sambil mencoba melepaskan tangan dari cekalan kuatnya.
“buat apa kamu ngejar-ngejar Erlangga?” ucap Gatit langsung pada intinya. Aku hanya menunduk sedikit takut. Gatit adalah kakak tingkat yang terlewat sadis. Gatit memang selalu ada di sekitar Erlangga. Walaupun mereka tidak terlihat seperti dua orang yang berpacaran,tapi Gatit sepertinya mencekal semua cewek yang ada tanda-tanda positif ke sosok Erlangga itu.
“aku cuma mau minta kunci motorku di Kak Erlangga” kataku sambil mengangkat kepalaku dan mataku beradu dengan mata tajamnya. Sorotan matanya mengisyaratkan perasaan yang sama sekali tidak enak.
“alasan” katanya serentak. “kamu suka kan sama Erlangga?” tanyanya dengan nada tinggi. Banyak orang mulai menyadari keadaan kami yang tak baik ini. Ancaman seakan mengurungku. Aku pikir aku harus menjawab iya sekarang. Keberadaan Gatit tidak bisa kujadikan alasan untuk aku menjawab tidak. Aku menelan ludah dan membulatkan niat.
“iya.aku suka banget sama Kak Erlangga” kataku dengan lantang. Aku hanya tidak percaya Erlangga bukanlah orang pertama yang mendengar langsung pengakuan rasaku. Aku melihat perubahan yang nyata dari wajahnya.
“Gatit” suara Erlangga memecah ketegangan ini. Erlangga selalu muncul di sekitarku tanpa kusadari.”pulang sana” kata Eerlangga pada Gatit. Erlangga langsung menggandeng tanganku dan membawaku pergi dari hadapan Gatit. Sesuatu membuatku penasaran di sini. Ekspresi Gatit melunak seketika. Tidak ada tanda-tanda ancaman ataupun perlawanan darinya.
“pulang sana” kata Erlangga padaku. Diserahkannya kunci motorku kepadaku.
Erlangga mencari motornya dan menaikinya mendekat ke tempat motorku diparkir. Aku pun menyempatkan bertanya dengan segera “tadi apa Kak Erlangga nggak dengar sesuatu?” tanyaku dengan nada berharap. Aku berharap dia juga mendengar pengakuanku menyukainya tadi.
“dengar ya,aku berbuat sesuatu karena aku tau sesuatu” katanya sambil tersenyum. “Oya,jangan pernah kekanakan menghadapi siapapun. Terlebih Gatit” ucapnya dingin tapi penuh makna.
“oya,Kak Gatit itu..” kataku dengan nada melemah.
“tenang saja,sebenarnya dia itu adikku. Dia cuma ngetes kamu” ucapnya sambil berlalu dan meninggalkan seribu rasa tertuang pada diriku. Lega kini berbalik menaungi segala rasaku. 


 (dimuat di buletin SUPLEMEN FTI UII bulan April)

MY WEDDING ^^

MY WEDDING ^^