Tuesday, June 30, 2015

monolog : Selalu Aku.. (yang Pergi)

Banyak jalan untukmu pergi
Tapi bagaimana bisa kau tetap di sini?

Modus pertahananku hancur tiba-tiba. Kau berdiri di hadapanku dan menyebut namaku seperti biasa. Tidakkah kau mengerti apa yang baru saja kau lakukan?  Kau bersikap seolah hubungan kita baik-baik saja. Bukankah aku telah membuatmu berada di posisi yang sulit? Tapi kenapa kau tersenyum?

“Aku nungguin kamu.” Kata-katamu membuatku terkejut. Aku berusaha tersenyum. Tidak ada kata-kata lagi yang keluar setelah itu. Tidak dariku, tidak pula darimu. Hanya langkah kaki kita saja yang berjalan bersamaan.


Bersamamu, membuatku merasa menjadi orang yang sangat jahat. “Aku mau pulang sendiri,” ucapku lirih. Kau hanya mengangguk dan  membiarkanku berjalan sendiri. Kenapa selalu aku yang meninggalkanmu? Tak bisakah kau saja yang pergi meninggalkanku?

Saturday, April 11, 2015

monolog : Selamat Tinggal Tuan Kacamata

Aku kehilangan.

Kenangan. Aku biasanya orang yang sangat menghargai hal-hal yang sudah berlalu, entah itu baik atau buruk. Tapi kenapa tiba-tiba aku sudah kehilanganmu? Tuan Kacamata.

"Hai," kau muncul tiba-tiba, memotong jalanku. Aku tidak menjawab. Aku hanya memandangmu lurus, membalas tatapan yang lembut itu. Apakah kita pernah sedekat itu? Aku membatin.

"Aku sibuk," dan aku berbohong. Hal pertama yang kuingat hanyalah aku harus menghindarimu. Kenapa? Aku tidak tahu. Aku hanya tiba-tiba teringat saat kau membuatku menangis, walaupun itu sudah lama, lama sekali. Dan itulah hal terakhir yang kuingat tentangmu. Aku sudah kehilanganmu.

"Tiara, kau berubah." Kau setengah berteriak begitu aku melangkah berpaling dari hadapanmu. Entah aku yang berubah atau memang kita berdua bukan lagi orang yang kemarin. Terlalu banyak waktu yang aku tidak mengerti. Kau yang tiba-tiba menghilang dan aku yang memutuskan untuk menyerah tentangmu. Kau memberiku waktu terlalu banyak untuk berpikir bahwa kau benar-benar pergi.

Aku menoleh ke arahnya. "Kamu juga berubah, Ben." Aku mengatakannya dengan nada yang nyaris datar. Aku tidak peduli kau menganggapku marah, kecewa atau yang lain. Aku sendiri tidak benar-benar memahami apa yang sebenarnya ingin kutunjukkan padamu.

Lalu kita bertemu lagi. Bertemu tanpa sepatah katapun terucap oleh masing-masing dari kita. Sepertinya aku telah membuatmu merasa tidak nyaman, tapi bukankah itu lebih baik? Seolah kita kembali menjadi dua orang asing yang tidak saling mengenal. Dan aku pun sudah kehilanganmu. Sempurna kehilanganmu.

Monday, February 2, 2015

monolog : Kau yang Sedang Dilema



Kau yang tak mungkin meninggalkan seseorang
Dan kau yang tak mungkin membuat seseorang meninggalkanmu

Cerita tentang ‘meninggalkan’ dan ‘ditinggalkan’ memang bukan hal asing lagi bagi kita. Karena pada dasarnya apapun yang kita jalani tentu akan ada akhirnya. Seperti sebuah zona nyaman yang sangat menyenangkan untuk kau tinggal di dalamnya. Tidak peduli betapa kau sangat menginginkannya, pada akhirnya kau berpikir tidak seharusnya kau meringkuk nyaman di dalam zona itu lebih lama lagi. Tentu saja karena kau punya sebuah tempat yang kau sebut sebagai rumah, juga sebuah tempat yang sejak awal menjadi tujuanmu.
Analogi yang tidak terlalu buruk kan untuk masalahmu? Kau yang tak mungkin meninggalkan seseorang yang pertama kali membawamu keluar rumah dan membuatmu berani menentukan harapan penuh arti sebagai tujuan bersama. Dan di sisi lain kau yang juga tak mungkin membuat seseorang lain yang kau temui di tengah perjalananmu dan menciptakan zona nyaman terkhusus hanya untukmu tiba-tiba meninggalkanmu. Tentu saja, kau sedang berpikir bahwa tak mungkin kau meninggalkan orang pertama. Tak mungkin pula untuk membuat orang kedua meninggalkanmu begitu saja. Kau jelas berbohong kalau kau memungkiri kenyataan bahwa kau membutuhkan keduanya, orang pertama yang mungkin kau cintai dan orang kedua yang mungkin membuatmu merasa spesial. Kau hanya terlalu takut untuk kehilangan salah satunya.
Adilkah? Tentu saja pertanyaan itu tak hanya sekali atau dua kali terlintas di benakmu. Ah, semua ini hanya akan terasa adil ketika orang yang kau cintai adalah orang yang juga membuatmu merasa nyaman. Namun ketika itu adalah dua orang yang berbeda? Bagian mana yang akan membuatnya terlihat adil? Begitulah kau mengatur keadaan. Kau memilih jalan tengah. Kau membenarkan keputusanmu dengan alasan untuk kebaikan bersama, tentu saja. Hanya dengan begitu kau bisa membuatnya terlihat adil bersama. Tapi bukankah jalan tengah itu semu? Kau tahu betul kau telah melalaikan satu celah penting tapi kau berusaha mengabaikannya. Apakah itu? Kau tahu sendiri jawabannya.
Selalu ada waktu untuk menjelaskan. Selalu ada waktu untuk meluruskan. Hanya saja permasalahannya adalah apakah kau memanfaatkan kesempatan itu? Kebanyakan pasti menganggap kesempatan pertama sebagai angin lalu. Padahal hanya karena kau merasa tidak siap. Sampai akhirnya kau berpikir kau sudah mengambil terlalu banyak waktumu untuk menikmati keadaan. Sedangkan kau tak lagi menemukan kesempatan serupa yang selalu kau lewatkan. Jadi bagaimana? Maka kau memilih untuk membuat kesempatan itu ada untukmu sendiri. Ya, memang seharusnya begitu.
Pada akhirnya kau memutuskan untuk mengakhiri apa yang semestinya tidak pernah kau awali. Tidak, kau tidak menyalahkan siapapun atas apa yang sudah kau lalui. Tentu saja, bukankah terlalu berharga untuk disalahkan? Karena sadar atau tidak, kau menikmatinya. Kau bahkan berusaha untuk mengakhirinya dengan baik. Sakit? Tentu saja kau pasti mendapatkannya. Sakit karena pada akhirnya kau harus melukai seseorang. Sakit karena kau harus membuat orang itu meninggalkanmu saat sebenarnya kau juga menginginkannya. Sakit karena keesokan harinya kau harus melihat wajah itu berpaling dari arahmu. Sakit karena keadaan berbalik begitu cepat, begitu tiba-tiba. Sakit karena kau mengira kau akan baik-baik saja tapi ternyata tidak, kau tidak baik-baik saja.
Jadi bagaimana selanjutnya? Tentu saja kau harus kembali. Tidak, kau tidak harus kembali. Kau hanya harus melanjutkan apa yang semestinya kau perjuangkan. Memperbaiki apa yang telah kau lewatkan. Membuat dirimu kebal atas apa yang melemahkan. Dan yang paling tahu tentu bukan lain adalah dirimu sendiri. Menjadi siapa yang kau inginkan.

Menjadi yang meninggalkan
Atau menjadi yang ditinggalkan
Hanyalah tentang menjadi siapa yang kau inginkan

Friday, January 16, 2015

monolog : Reading You

Setiap rahasia memiliki rasanya masing-masing
Manis, pahit, pedas dan yang lain
Lalu, yang manakah rasa rahasiamu?
Yang akan kau ungkapkan padaku.. Sekarang..


Waktu itu misterius ya, seperti saat tiba-tiba kau bertemu denganku. Kita bertemu sebagaimana dua orang asing yang tidak saling mengenal satu sama  lain. Seperti biasa, aku tak terlalu mengindahkan pertemuan pertama. Aku membiarkannya berlalu begitu saja. Sampai akhirnya kita bertemu lagi, itulah pertemuan kedua kita. Aku sadar kali itu bukanlah pertama kalinya aku melihatmu. Namun ternyata kau lebih cepat menyadari hal itu sebelum aku. Lihat? kau sudah berdiri di hadapanku. Saat lenganku terulur dan menyambut tanganmu, aku tersadar itu adalah awal dari kehidupanku yang ada kamu di dalamnya. 

Namun ada satu hal yang rupanya telah aku lupakan. Sejak pertemuan kedua itu, tidak hanya aku yang membiarkanmu masuk ke dalam kehidupanku, tapi aku juga yang mulai masuk ke dalam kehidupanmu. Aku hanya terlambat untuk mengetahuinya sehingga tak banyak tentangmu yang aku tahu. Aku sudah terlalu senang karena kau mengisi kehidupanku dengan hal-hal yang baru dan segar untukku. Banyak kejutan manis dalam hidupku sejak kau menjadi bagian di dalamnya. Aku mengambil bagianku dengan baik kan? Walaupun tanpa sadar aku telah melalaikan bagianmu. 

Miris sekali. Terlalu banyak yang aku lewatkan tentangmu. Kau sudah memberiku terlalu banyak sehingga itu mulai menjadi beban buatku. Kehidupanmu tidak serenyah kehidupanku. Jadi bagaimana bisa aku memberikan bagianmu dengan serentak? Bahkan kehidupanmu saja terlalu keras untuk dirasakan. Kenapa kau tidak menjelaskan apa-apa padaku? Kurasa memang sebegitu rumitnya kehidupanmu. Tidak ada apa-apa yang bisa kumengerti. Jadi, jangan melakukan apa-apa lagi untukku di saat bahkan aku tak pernah melakukan apa-apa untukmu. Aku hanya tidak bisa. Ada apa sebenarnya dengan hidupmu?

Miris. Miris sekali. Bahkan sedetik yang lalu aku masih bisa tersenyum akan kehadiranmu. Namun sekarang, aku ketakutan. Pada awalnya kita memang hanyalah orang asing, aku tak tahu apapun tentangmu. Tapi apakah sekarang juga sama? Kenapa aku terlambat menyadarinya? Kenapa juga kau tak kunjung menjelaskan apapun padaku? Sampai saat di mana aku lelah bertanya dan mati rasa, kau baru datang. Oh baiklah, katakan, aku mendengarkan.


Setiap rahasia memiliki rasanya masing-masing
Manis, pahit, pedas dan yang lain
Lalu, yang manakah rasa rahasiamu?
Yang akan kau ungkapkan padaku.. Sekarang..


MY WEDDING ^^

MY WEDDING ^^