Thursday, January 16, 2014

cerpen : Tentangmu (dan lagi)

kamu berhenti membaca ya?
koleksi bukumu menipis

Aku tertegun membaca deretan kata yang muncul di layar ponselku. Tentu saja sebuah sms dari Bram, seseorang yang membuatku tertarik dengan buku-buku bacaan. Bram adalah satu-satunya orang yang rajin mengirimkan buku untukku. Bahkan setiap mengirimkan kado ulang tahun untukku, selalu diselipkannya sebuah buku baru didalamnya. Akupun gemar mengoleksi buku sejak mengenalnya. Kesukaan membaca buku yang kumiliki pun tertular darinya. Ya, karena saat bertemu dengannya, tak jarang Bram sedang membaca buku.

Sudah lama aku tak bertemu Bram. Lama sekali. Terakhir aku bertemu dengannya adalah saat aku kelas 3 SMP. Dan itu berarti sudah hampir 5 tahun kami tak bersua. Dia sibuk bekerja. Sepeninggal ayahnya, dialah yang bertanggungjawab melanjutkan bisnis keluarganya. Aku tak pernah benar-benar mengerti jadwal kegiatannya walaupun sesekali di telepon Bram berkata aku bisa menelponnya kapanpun aku mau. Tapi aku tetap tidak bisa. Aku tak bisa menelponnya duluan karena aku tau itu akan mengganggunya. Akhirnya selalu Bram yang menelponku. Aku selalu siap sedia kapanpun dia menelponku karena kesibukanku belumlah sepadat miliknya.

Aku masih di kampus saat aku menerima sms Bram itu. Ya, belakangan ini semangat membacaku sedang turun. Akupun sedang malas untuk mampir ke toko buku untuk melihat setiap buku baru atau bahkan membelinya untuk koleksi baca di perpustkaan kecilku di kamar. Ah, tiba-tiba aku teringat perpustakaan kecilku di kamarku itu. Ayahku yang membuatkannya untukku. Sejak Bram sering mengirimi aku buku-buku, aku tak punya tempat untuk menyimpannya dan akhirnya ayahku membuatkannya untukku. Sebuah perpustakaan dengan 4 rak buku di setiap sisi kamarku.

Aku baru saja akan membalas sms dari Bram sebelum akhirnya Bram menelponku. Akupun menikmati perbincangannya di telepon dengan Bram sepanjang perjalananku menuju rumah. Aku tidak terganggu, aku hanya perlu menyelipkan ponsel ini di sela-sela telinga dengan helm yang melindungi kepalaku ini.

"segitu sibukkah kuliahmu sampai kau berhenti mencintai buku-bukumu, nona muda?"
"hei kamarku sudah penuh dengan buku-buku, tuan kacamata"

Obrolan seputar buku tidak pernah tidak semenarik ini untuk dibicarakan dengannya. Tuan kacamata? Ya, itu adalah panggilanku untuknya. Lebih tepatnya Tuan Kacamata yang gemar membaca. Cocok sekali! Dan sekarang mataku pun sudah terpaksa harus memakai kacamata. Mungkin karena terlalu banyak membaca dan seringkali tak kenal waktu. Dan mungkin kalau Bram melihatku dengan kacamata ini, mungkin saja dia akan merubah panggilannya untukku dari gelar Nona Muda menjadi Nona Kacamata. Lucu. Lucu sekali!

Aku sudah sampai rumah. Kulihat ibu sedang memeriksa bunga kesayangannya di ujung ruang tamu luar. Ibu baru saja bertambah usia tapi ibu selalu terlihat lebih muda setiap bertambah usianya. Entahlah, mungkin perasaanku saja. Ada mobil tak dikenal terparkir di halaman rumah. Mobil itu bukanlah mobil Om Darma atau mobil Tante Zalfa yang sering datang ke rumah. Dan pasti itu tamu dari ibu. Tentu saja. Siapa lagi.

Aku melepas helm di kepalaku. Sehingga aku terpaksa memegang ponsel untuk terus mengobrol dengan Bram di telpon ini. Ya, Obrolanku masih bersambung. Obrolan kami semakin luas karena entahlah ini obrolan terlama dari yang sudah-sudah.

"Hei kamu tidak sedang sibuk kan?" tanyaku sedikit ragu.
Bram belum menjawab. Tiba-tiba hening di seberang telpon ini. Aku tak mendengar apa-apa walaupun setelah kuperiksa panggilan itu tidak terputus.
"Bram, Bram" Aku masih menyebut namanya sambil berharap suaranya kembali muncul di seberang telpon ini. Langkahku berhenti di depan kamarku. Pintu kamarku terbuka. Aku mendengus sebal karena pasti sepupu kecilku yang bernama Aufa sedang mengobrak-abrik perpustakaan kecilku itu. Dasar Aufa, anak kecil yang tidak ada bedanya dengan Bram.

"Halo, Bram" Aku berkonsentrasi kembali dengan telponku sambil berjalan masuk ke dalam kamar. Dan Astaga, ternyata bukan Aufa yang sedang mengobrak-abrik buku-bukuku di kamar. Sesosok laki-laki berdiri tegap di samping jendela kamarku sambil memegang buku terakhir yang aku beli bulan lalu di Gramedia Yogyakarta. "Sudah, tutup telponnya, aku kan disini" katanya dengan menunggingkan senyum yang masih sama dengan senyum yang terakhir aku lihat 5 tahun lalu. Dia lebih tinggi sekarang. Tampilannya semakin modis dan potongan rambut pengusaha muda yang sangat cocok dengan bentuk wajahnya yang oval dan menarik di segala sisi. Secara fisik, dia banyak berubah namun aku tetap bisa mengenalinya. Ada lesung pipi yang selalu dibawanya. Ternyata memang Bram tak pernah berhasil menyembunyikan lesung pipi itu. Kemudian tahi lalat di samping mata kanannya tetap terlihat walaupun berada di balik kacamata. Ya, aku selalu tau.

"hei tak ada ucapan selamat datang? tak ada ucapan rasa rindu? tak ada pelukan sayang?" astaga aku baru menyadari diriku terpaku di satu langkah dari pintu kamarku. Aku melihat ke sekitar, ada yang berbeda dari kamarku. Dia menyulap kamarku menjadi lebih hidup dengan buku-buku yang ditata ulang. Dengan tata ulang buku sesuai warna buku-buku itu, kamarku menjadi lebih hidup.
"Astaga penikmat buku macam apa kau ini" aku berjalan pelan ke arahnya sambil memandang sekitar dengan tatapan tersihir. Aku bahkan tak pernah terpikir untuk menata buku dengan tataan semacam ini. Ya, inilah ulah Bram, penikmat buku yang tiba-tba muncul di rumahku dan menyulap kamarku menjadi berwarna.

"ah kau kapan datang? bagaimana kerjaanmu di Jakarta? kok bisa kesini sekarang? apa lagi nggak ada kerjaan disana? orangtuamu tau kau kesini?" Dia belum menjawab pertanyaanku yang bertubi-tubi itu. Dengan santainya, dia menimpuk kepalaku dengan buku yang kuyakini itu berhalaman sekitar 400 halaman. Ya, tidak terlalu sakit dibanding buku yang setebal ensiklopedi. Mungkin aku harus belajar bertanya satu-satu. Meskipun dia selalu pandai membuatku tampak cerewet, kali ini aku harus bersikap lebih dewasa. Ya, tidak hanya dia yang bisa berubah bersikap lebih manis, akupun bisa.

dedaunan yang mengintip di celah jendela, angin yang mempermainkannya
hujan akan datang, hujan akan bernyanyi
aku tertawa menyimak lanjutan cerita 
dari seorang Bramana Wisnu Hanggara

recommend : Novel Goodbye Happiness


Recommend : Novel Wedding Organizer


Saturday, January 11, 2014

cerpen : rindu terbayar

bersua lagi kita ..
di tempat yang mengenalkan kita ..
inginku bertanya "apa kabar? kau terlihat semakin baik"
tapi yang ada, aku hanya bisa mengulum senyum ..
aku terlalu lama tak melihatmu,
sampai aku bingung bagaimana seharusnya menyapamu ..

Siang yang panas menyelipkan rasa malas untuk beranjak. Aku lelah dan masih ingin beristirahat di tas kasurku. Aku baru saja pulang dari kampus tapi harus segera kembali lagi kesana. Ada kegiatan yang mengharuskan aku hadir dan aku tak boleh melewatkannya.
Aku terlambat. Sudah banyak orang bersibuk ria saat aku baru saja tiba. Semuanya sedang menyiapkan apa saja yang akan dibawa untuk keperluan acara. Dan akhirnya aku hanya melakukan sedikit hal yang sekiranya aku mampu.
Dala hati aku terus bertanya-tanya. Akankah kau datang juga? entahlah, waktu pun terlalu lama menjawab. Karena ternyata kau belum juga terlihat di sekitar.
Tapi tiba-tiba di luar kudengar temanku yang bernama Tantri berteriak "Arju, darimana saja kamu". Aku yang sedang menata konsumsi di dalam semakin bertanya-tanya. Apa itu kau, Arjuna? Inginku beranjak keluar dan mencari jawaban dari rasa penasaranku Tapi tidak. Aku rasa aku harus bisa mengendalikan diri di hadapan banyak orang.
"Ayo semua, sebentar lagi kita berangkat" suaramu terdengar nyata begitu dekat. Aku mendongak ke arah depan dan benarlah kudapati dirimu tepat di pintu ruangan ini. Mendapati dirimu dengan wajah yang telah lama tidak kulihat itu, aku tak dapat mencegah diri sendiri untuk tersenyum. Lega karena di detik itu juga, bibirmu membentuk senyuman yang selalu sama uniknya dengan karaktermu.bersua lagi kita .. di tempat yang mengenalkan kita .. inginku bertanya "apa kabar? kau terlihat semakin baik" . Tapi yang ada, aku hanya bisa mengulum senyum .. aku terlalu lama tak melihatmu, sampai aku bingung bagaimana seharusnya menyapamu ..
Bus yang akan kami tumpangi sudah menunggu. Semua orang sudah menunggu di dalam bus sedangkan aku masih di luar. Aku masih berdiri tepat di depan pintu bus itu. Aku masih menunggu Sella yang ternyata belum juga datang.
"April" Aku mendengar suaramu begitu dekat memanggil namaku. Dan benar, aku berbalik dan ternyata kau tepat di belakang tempatku berdiri sedari tadi.
"eh.." aku bergeser satu langkah ke kanan. Aku mungkin telah menghalangi jalanna untuk masuk ke dalam bus. Tapi kau tidak langsung masuk ke dalam sana. Kau menatapku lekat tanpa bicara. Aku salah tingkah dan itu membuatku menundukkan kepala tanda malu.
"emm kau tidak ikut masuk?" itu kalimat pertamamu setelah beberapa detik diam di hadapanku. Aku pun dapat merasakan kekakuanmu yang terselip di pertanyaanmu itu. Kekakuan itu semakin nyata tertangkap ketika aku mendapatimu tersenyum sambil menggaruk kepala yang sepertinya tidak gatal sama sekali. Ya, itu yang biasanya kau lakukan ketika ragu-ragu.
"oh,, sebentar lagi, aku menunggu Sella" jawabku sambil mengayunkan ponsel di genggamanku. Itulah yang kulakukan ketika aku gugup menjawab suatu pertanyaan. Terlebih pertanyaan yang terlontar darimu setelah lama kita tak bertemu seperti ini. Dan kuyakin kau tau aku sedang gugup.

Perasaan gugup ini, ternyata kau pun merasakannya ..
Sedetik kemudian kita tertawa bersamaan ..
atau ,,, lebih tepatnya kita sedang saling menertawakan ..
perasaan lucu semacam ini , rinduku pun cukup terobati ..
langit yang cerah, dedaunan pohon yang menari tertiup angin, sungguh hari yang indah setelah setitik kerinduan ini telah dibayar dengan hadirnya sosok yang menyebabkannya :)

MY WEDDING ^^

MY WEDDING ^^