Showing posts with label faridatuz zuhroh. Show all posts
Showing posts with label faridatuz zuhroh. Show all posts

Thursday, April 24, 2025

Belajar desain sama canva

Assalamu'alaikum!!

Aku mau share pengalaman aku sebagai pengguna aplikasi canva. Walaupun masih pemula, ternyata banyak sekali fitur-fitur yang mudah digunakan. Awalnya hanya sebatas coba-coba, eh keterusan sekarang sudah hampir tiga tahun aku pakai canva. Padahal dulu sempat belajar edit-edit di aplikasi lain yang mana ternyata butuh keseriusan yang tinggi karena fiturnya yang lengkap dan tidak mudah dipelajari dengan instant. Tapi dengan munculnya aplikasi canva seketika belajar desain menjadi terlihat mudah, seolah mencoba mengubah persepsiku bahwa belajar desain tidak selalu rumit dan tidak butuh waktu lama. Aku yang sempat menyerah pun menjadi ingin belajar lagi dan ingin terus mengeksplor apa saja yang bisa kulakukan dengan memanfaatkan aplikasi canva ini.

Baiklah, aku ingin merangkum hal-hal yang kupelajari di canva di sini. Buat yang sama-sama masih pemula sepertiku, barangkali kita bisa tukar cerita. Hihii.. Lalu, kalian yang mungkin sudah lebih banyak pengalaman dari aku, barangkali bisa berbagi pengalaman dan tips biar bisa membantuku lebih banyak tahu ya. 

1. Membuat kreasi gambar sendiri
    
    Ini gambar yang pernah aku coba bikin di canva. Mulai dari nol ya, semuanya hanya pakai coretan-coretan ala kadarnya. Aku menggambar ini karena penasaran apakah canva bisa dipakai untuk membuat gambar ala webtoon sederhana, dan ternyata bisa. Bahkan tanpa tambahan elemen grafis dari canva! Hmmm menarik juga.


2. Menggunakan elemen grafis dan template yang sudah ada di canva

    Dari semua fitur canva, jujur aku paling banyak pakai template dan elemen-elemen grafis yang sudah ada dan siap pakai. Semuanya benar-benar meringkas waktu ketika butuh cepat membuat poster, background acara, undangan, pengumuman, dan lain-lain.



3. Membuat barcode custom

    Belakangan, ini adalah fitur yang baru beberapa kali aku coba di canva karena baru tahu dan baru tertarik untuk mencobanya. Awalnya, aku agak merasa fitur ini kurang bermanfaat karena menurutku lebih mudah membagi atau share sesuatu melalui link langsung daripada gambar barcode yang mana harus di-scan dulu dengan hp. Menurut kamu lebih praktis mana? share link atau share barcode?
    Tapi lagi-lagi aku yang kurang banyak tahunya. Karena ternyata share barcode adakalanya lebih praktits daripada share link. Terutama dalam bentutk dokumen yang dicetak. Ketika share link hanya efisien dalam komunikasi bentuk chat atau pesan, ternyata share barcode lebih efisien ketika dicetak dan disebarluaskan. Misal dalam bentuk undangan di kertas, atau selebaran di papan pengumuman, atau barcode di label produk.
    Nah, disini aku mencoba mengubah link google maps menjadi bentuk barcode. Kebetulan mertua aku lagi bikin undangan dan bertanya bagaimana mengubah lokasi menjadi barcode. Hanya beberapa detik langsung jadi! Mantap deh.



4. Membuat logo dan kartu nama

    Membuat logo sendiri merupakan salah satu pengalaman yang menarik di canva. Saking menariknya, aku jadi tertarik mendesain logo usahaku sendiri dan memulai bisnis. Tapi nanti dulu deh, draft logo sudah ada tapi belum ada ide mau bisnis apa yaaa.


5. Sekolah desain Canva

    Canva juga menyediakan materi dan pelatihan loh! Ada banyak kelas yang bisa kita ambil sesuai kebutuhan kita. Semuanya komplit dengan materi pembelajaran dan video tutorialnya. Beberapa kelas ada kuisnya dan beberapa juga ada sertifikat yang bisa diunduh sebagai bukti kita telah menyelesaikan kelas tersebut. Asik kan? :)

 

6. Edit foto + AI

    Tau nggak? Aku pernah pakai fitur ini untuk membuat dan menentukan konsep interior rumahku sendiri. Jadi aku foto ruang tamu, lalu aku unggah di canva dan memanfaatkan fitur AI untuk melihat bagaimana tampilan ruang tamu rumahku dengan berbagai gaya interior. Tapi karena adanya foto rumah, jadi aku nggak akan upload disini gambarnya ya. Ssttt privasi. Tapi nanti aku coba pakai foto lain dan akan aku upload disini ya. Tunggu update selanjutnya dari aku! :) 


Sementara itu dulu yang aku ingat. Kalau ada pengalaman menarik lainnya lagi, pasti aku update postingan ini di kesempatan yang akan datang. Semoga bermanfaat. Byeeee!

Wassalamu'alaikum!

Tuesday, April 22, 2025

Umroh Pertama


Assalamu'alaikum!!

Alhamdulillah Allah telah memanggilku, memberi kesempatan padaku dan suami buat menunaikan umroh ke Baitullah. Alhamdulillah juga, umrohku pertama kali ini tidak hanya bareng sama suami, tapi juga bareng sama kedua orangtuaku. MaasyaaAllah Alhamdulillah. Semoga Allah meridhoi, menerima ibadah umroh kami dan panggil kami kembali berumroh, berhaji ke Baitullah dengan keadaan iman dan taqwa yang lebih baik lagi Aamiin.

Ceritanya pertengahan tahun lalu ketika aku iseng nyeletuk "Mas, umroh yuk!" Padahal waktu itu belum ada anggaran, pekerjaan suami juga lagi sibuk-sibuknya, tapi suamiku menjawab "Yuk!" MaasyaaAllah kita mulai upayakan untuk siapin anggaran dan cari-cari biro travel umroh yang jadwal keberangkatannya matching dengan jadwal cuti kantornya suamiku. Pun rencana umroh yang awalnya hanya 9 hari, ternyata diputuskan menjadi 12 hari kemudian. Sempat maju-mundur karena urusan dunia banyak yang mau dikejar dan semuanya rebutan minta segera dikerjakan. Tapi Alhamdulillah, Allah beri jalan, Allah menguraikan semuanya perlahan.

Jauh sebelum ini, sebenarnya sudah sering aku berangan-angan ingin mengunjungi Ka'bah. Semua angan-angan ini bermula dari aku yang sering dikasih tugas sama Bapak disuruh ngedit video-video dokumentasi masjid, pengajian, ziarah, bahkan dokumentasi haji dan umroh juga! Jadi sering banget lihat video Ka'bah dan sering juga dengar bacaan talbiyah. Bergetar hati setiap ngedit video yang direkam di area Ka'bah. Pernah kutanyakan ke Bapak, lalu Bapak bilang "Bagus itu, semoga bergetarnya hati itu menjadi keterikatan kamu menjadi merasa dekat sama Allah dan nanti Allah panggil kamu ibadah di depan Ka'bah." 

MaasyaaAllah akhirnya sekarang dapat panggilan kesana. Beyond imagination! Karena sudah menikah, tanpa sadar aku otomatis berpikir bahwa kesempatan umroh ya hanya berdua bareng suami. Tapi siapa sangka Allah kasih skenario seperti ini, sungguh tidak terbayangkan sekarang diberi kesempatan umroh bareng suamiku, bareng orangtuaku juga. Tapi masih bayar nafsi-nafsi. Hehhee. InsyaaAllah semoga suatu saat bisa aku aja yang bayarin Bapak Ibu umroh yaaa. Aamiin.

Kalau kamu, umroh pertamanya bareng siapa?

Kalau aku lihat, temanku banyak yang sudah umroh sejak beberapa tahun lalu. Jadi, cerita umroh mungkin sudah bukan hal baru lagi untuk banyak orang. Berkunjung ke Baitullah juga bukan tentang siapa yang berangkat duluan dan siapa yang belum. Tapi, walaupun begitu, bisa mengunjungi tanah Harom dan beribadah disana tentu merupakan momen besar dalam hidup setiap Muslim. Momen besar ini yang mana merupakan kesempatan emas menuju ladang pahala dan berkah. Jadi, dengan bekal pandangan seperti itu, aku pun selalu menata hati dan niat. Sebelumnya, aku selalu senang setiap mendengar kabar seseorang melaksanakan umroh atau haji, tulus mendoakan keberangkatan dan keselamatannya, serta tidak lupa minta didoakan ketika menghadap Ka'bah dan mengunjungi makam Rasulullah. Alhamdulillah dibantu doa banyak orang, sekarang aku mendapat kesempatan baik ini.

Sering banget kalau pas lagi termenung ingat kata-kata ibuku, "Suami istri itu, ketika menginginkan hal yang sama, mempunyai arah atau tujuan yang sama, InsyaaAllah jalannya jadi mudah. Adaaaa saja jalannya." Ternyata ya benar. Karena kalau dipikir kembali, kadang beberapa hal tidak berjalan sesuai keinginan ketika suami maunya begini, istri maunya begitu, kalau tidak dikomunikasikan dengan baik ya seringkali akhirnya tidak berjalan sesuai keinginan. Jadi, ketika ada banyak keinginan di waktu yang sama, aku mencoba bicarakan keinginan-keinginan itu pada suami. Tujuannya bukan minta dituruti semuanya ya, hehee.. tapi untuk diskusi dan mengelompokkan keinginan mana saja yang masuk ke poin 'prioritas' dan 'masuk akal' untuk didahulukan menurut level kepentingan atau urgency point-nya. Tahu tidak? Setiap aku menulis apa saja yang kuinginkan, tanpa sadar aku langsung bisa tahu mana saja dari semua dalam daftar itu yang benar-benar keinginan aku dan mana yang hanya keinginan sesaat. Dari situlah aku belajar, ketika ingin sesuatu... tulis! ingin sesuatu... tulis! Lalu setelah tertulis semua, urutkan ulang sesuai prioritas tinggi ke rendah. Begitulah kita manage dan sortir keinginan kita. 

Hal yang sama aku lakukan dalam proses menabung untuk umroh. Banyak keinginan-keinginan dengan tingkat prioritas rendah perlu aku tunda dulu sementara agar tidak mengganggu waktu dan tenaga selama prosesnya. Beberapa hal memang ada kalanya kita relakan sementara demi moment besar yang kita tahu akan berdampak besar pula dalam kehidupan kita kedepannya.

"Karena sudah sampai sini, apa lagi sih yang dicari, apa lagi sih yang dikejar... iya kan?" Ternyata banyak orang punya pikiran yang sama dengan yang kupikirkan setelah satu,dua hari melakukan ibadah setiap hari di tanah suci. Semua orang fokus beribadah, semua orang berlomba-lomba berbuat baik dan bersedekah, semua orang mengejar pahala dan surga. Seakan beristirahat dari hiruk-pikuk masalah dan perkara dunia. Aku pun mencoba memanfaatkan waktu yang ada untuk memperbanyak sholat sunnah, berdzikir, dan membaca Al-Qur'an. "Aku nggak mau nyesel, mumpung disini," kataku. Tapi semuanya kembali ke kemampuan kita juga ya. Karena musim dan cuaca di sana berbeda dengan di Indonesia, jadi ketika fisik sedang kurang fit, ya baiknya jangan dipaksakan. Kebetulan, aku umroh di musim dingin. Alergiku sempat kambuh, tapi suamiku belikan obat di apotek dekat hotel, jadi aku baik-baik saja. Hehehe. Alhamdulillah.

Poin terpenting! Berdoa apa saja. Berdoa sebanyak-banyaknya. Kita bebas minta apa saja sama Allah. Sekarang-lah waktunya. Tidak ada kemustahilan bagi Allah dan kekuasaan Allah tiada batasnya. Ada banyak sekali keajaiban di muka bumi ini yang ada dalam kuasa-Nya, siapa tau salah satu keajaiban itu terjadi dalam hidup kita?! Maka dari itu, aku selalu berprasangka baik terhadap Allah. Mungkin aku makhluk biasa, tapi Allah Maha Kuasa. Aku tidak berdoa menurut logika, karena Allah bisa melakukan segalanya. Jadi, yuk berdoa!

Sebelum berangkat umroh, berkali-kali aku mendengar banyak nasihat untuk selalu menjaga hati, lisan, dan perbuatan kita selama di tanah suci. Selain agar semua prosesi umroh kita berjalan dengan lancar, juga berguna agar kita terhidar dari bahaya. Satu pengalaman yang ingin aku ceritakan disini adalah suatu hari aku dan ibuk mau sholat di Masjidil Haram. Karena kita berangkat sendiri, nggak bareng sama rombongan, jadi kita ya berjalan mengikuti arus jamaah yang kita asumsikan juga mau sholat jamaah di depan Ka'bah. Ibuk tegas bilang kalau ingin sholat langsung di depan Ka'bah, tapi jalan menuju Ka'bah lewat mana itu kita belum begitu hapal. 

"Mbak, itu lho Ibuk tu pengennya sholat di depan Ka'bah jalannya lewat mana ya.." Jujur ketika Ibuk bilang begitu, aku juga tidak tahu jalannya lewat mana. Tanya ke petugasnya pun diarahkan ke tempat sholat terdekat karena di area Ka'bah sudah penuh katanya. Tapi aku ingin tetap berprasangka baik, aku memilah kalimat untuk menjawab. 

"Nggih, nanti tak cari tahu jalannya dulu, pasti nanti bisa ketemu jalannya. Sekarang kita sholat di sini dulu." Begitu jawabku. Jadilah sementara, siang itu, aku dan Ibuk sholat jamaah Dzuhur/Ashar di lt.2 Masjidil Haram, untung dari tempat sholat kita bisa melihat Ka'bah arah lurusan Multazam. Jadi yaaa lumayan lah. Habis itu, sambil jalan pulang, aku sambil tengok-tengok berusaha ngapalin jalan. Padahal tahu tidak? Sebenarnya yaa, aku dan Ibuk tuh sama-sama buta arah. Muterin komplek perumahan aja suka bingung, apalagi muterin Masjidil Haram. Tapi tidak, ketika itu aku tidak ingin berpikir begitu, maka aku berusaha menjauhkan pikiran-pikiran negatif semacam itu. Karena Allah pasti beri jalan.

Sambil jalan pulang sambil minta petunjuk Allah minta semoga sholat berikutnya bisa dapat tempat di lantai yang sama dengan Ka'bah biar bisa ngadep Ka'bah langsung. Alhamdulillah, hari berikutnya tiba-tiba aku ditelpon teman kuliah yang kebetulan habis umroh juga di waktu yang berdekatan sama aku. Tanpa aku bertanya pun, tiba-tiba dia kasih tau tips biar dapat tempat sholat pas di depan Ka'bah. MaasyaaAllah, petunjuk Allah bisa dari mana saja!

Jadi, yang mau aku ceritakan dari cerita itu adalah... jangan putus asa terhadap Rahmat Allah. Petunjuk Allah bisa dari mana saja atau melalui siapa saja. So stay alert and keep praying! Allah will guide us.

Sebagai poin penutup, aku cuma mau bilang kalau umroh atau haji bisa jadi merupakan titik balik hidup kita menjadi hamba Allah yang lebih baik. Tapi, aku sedang mengusahakan dan menanamkan pemikiran bahwa semoga hal ini tidak menjadikanku sombong dan lengah karena merasa telah mencapai pencapaian yang besar sehingga berpuas diri dan merasa telah cukup beribadah. Tidak, Astaghfirullah. Pun semoga Allah jaga hati ini agar tetap menjalankan ibadah sesuai koridor keislaman yang mengikuti tuntunan Al-Qur'an dan Hadist.

Aku menulis ini sebagai reminder kepada diri sendiri sekaligus sharing sedikit pengalaman pertama aku umroh. Semoga bisa jadi cerita yang renyah dan enak dibaca :)

Wassalamu'alaikum!

Tuesday, September 24, 2024

What a beautiful life we're living in !!


Assalamu'alaikum!

Haiii... Ngobrol lagi kita disini!

Kamu pernah nggak.. sekali aja ngebatin atau berpikir bahwa semua hal yang terjadi di kehidupan yang kita lalui di kehidupan ini adalah skenario terbaik yang bisa terjadi di dalam hidup kita? 

Maksudku yaaa.. aku yakin kita semua InsyaaAllah termasuk orang-orang yang percaya bahwa skenario Allah adalah skenario terbaik, tapi yang aku maksud sekarang adalah dalam sisi perjalanan emosional, spiritual.

Gimana ya jelasinnya?
Tapi.. pasti pernah kan sekaliiii saja kamu benar-benar merenungkannya?
Karena pasti ada titik balik dalam hidup kita dimana kita sadar bahwa..

"Oh ternyata dulu aku ngalamin hal itu biar aku hari ini bisa ngadapin hal ini."

Ketika banyak kenangan dari masa lalu yang menyeruak tidak seindah taman bunga, tidak sesempurna sepak terjang yang kita harapkan, tidak apa-apa. Tidak perlu kita berharap bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaiki kesalahan yang sudah terjadi. Karena tidak ada jaminan bahwa kehidupan di dunia ini akan mudah terus. Berarti juga tidak ada jaminan bahwa ketika hidup sulit maka selamanya akan sulit terus, kan? Merupakan sebuah karunia besar, ketika kita menjalani cobaan hidup kita bisa menerimanya dengan ikhlas, mencoba menyelesaikan teka-tekinya, lalu mendapatkan hikmah di baliknya. Meski tidak semua cobaan hidup memberi kita hasil yang secara fisik langsung terlihat setelah berhasil melewatinya, adakalanya hikmah yang kita dapatkan berupa pelajaran, pola pikir baru, kelapangan hati karena iman dan taqwa yang lebih dalam, bahkan bisa berupa sebuah kesempatan langka yang kita sebut sebagai hidayah.

Jangan salah, kalau kita perhatikan orang-orang dulu sering kan ada yang nyeletuk bilang, "belum dapet hidayah tuh si A..." sebenernya walau terdengar seperti mengutuk atau kasar, tapi memang ada benarnya juga loh. Kenapa? Karena memang hidayah itu sangat mahal harganya dan tidak semua orang beruntung mendapatkannya di waktu yang sama. Semakin kita tidak bersyukur dan jatuh dalam keterpurukan ujian yang menimpa kita, bahkan merutuki hidup dengan segala sikap dan perilaku negatif, maka akan semakin jauh kita dari hidayah Allah, na'udzubillahi min dzalik. Semoga kita termasuk golongan manusia yang mendapat hikmah dan mendapat hidayah dari Allah SWT. Aamiin.

Tidak ada kehidupan yang tiba-tiba terasa mudah, kalaupun hidup kita sekarang lebih mudah daripada hidup kita yang dulu, itu artinya kita-lah yang bertambah kuat, kita-lah yang tumbuh dewasa, kita-lah yang lebih menghargai hidup dan berusaha menjadi lebih baik.

Ingat, kan?
"Bukan hidup kita yang menjadi lebih mudah, tapi kita yang tumbuh menjadi lebih kuat."

Ditempa-tempa mental kita, dibentur-benturkan fisik kita, dijatuh-jatuhkan hati kita, entah dengan skenario apapun, segala salah dan khilaf kita di masa lalu yang berujung menjadi batu yang mengganjal di hati kecil kita sampai sekarang, bahkan menjadi lubang di dalam ingatan dan pikiran kita, tidak bisa dipungkiri bahwa semua itulah yang memotivasi kita dan menjadi pengingat bahwa kita harus hidup lebih baik agar tidak jatuh pada kesalahan yang sama, agar tidak takut pada ancaman yang sama, agar tidak terlena pada godaan yang sama. Yang terpenting, selalu libatkan Allah dalam setiap keputusan baru yang kita ambil dalam langkah hidup kita. Betapa beruntungnya kita apabila bisa merasakan bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan kita, bahwa Allah sedang menunjukkan kita jalan hidup yang lebih baik dan kita harus lebih berani, lebih tegas, dan lebih teguh menempa diri.

Tidak ada manusia yang tidak pernah sedih. Semua orang pernah dan pasti punya satu dua diantara banyak hal yang membuatnya sedih ketika memikirkan hal tertentu. Tapi janganlah jadikan kesedihan itu menjadi kelemahan hati kita. Ingat untuk selalu beristighfar ketika mengingat kembali kesedihan demi kesedihan yang kita lalui. Kebahagiaan sangat mudah untuk dibagi, tapi tidak sama halnya dengan kesedihan. Itulah kenapa cerita sedih sulit diceritakan dan banyak dipendam. Tidak apa berbagi kesedihan, tapi tidak perlu berlebihan. Tidak apa, kalau outputnya saling menguatkan. Tidak apa, kalau ceritanya ke yang ahli dalam bidangnya atau ke 'alim ulama berharap mendapat pencerahan. Tapi jangan lupa cerita ke Allah, itu baru cerita yang hati kecil kita sesungguhnya paling butuhkan. Allah Maha Melihat, Allah Maha Mendengar, Allah Maha Mengetahui. Allah tahu semuanya, tapi ketika kita sendiri yang bercerita, mengadu kepada-Nya, dan berdoa dengan tulus, niscaya Allah beri jalan terbaik.

Istighfar yang kita ucapkan bukanlah alat atau mantra yang dirapalkan untuk menahan diri kita dari rasa sedih dan luka, bukan. Tapi dengan merapal istighfar, kita memohon ampun kepada Allah SWT dengan segenap hati kita sekaligus menjadi pengingat bahwa Allah Maha Besar, Allah Maha Agung, sementara kita sebagai manusia yang diciptakan Allah sebagai sebaik-baik makhluk, saat ini sedang rentan. 

Kalau boleh aku bilang, dengan merapal istighfar itu adalah cara kita untuk membentengi diri kita dari diri kita sendiri.
Ibarat kata,
"protect me from myself." 
hehehe.

Oh iya, mau cerita sedikit. Suatu sore aku pernah ngobrol singkat sama suamiku. Kurang lebih begini ceritanya.
"Mas, dulu pas tahun ..... aku dihadapkan sama dua pilihan hidup ......... dan ........ yang sepertinya berdampak besar sekali ke kehidupanku yang sekarang. Kalau tau sekarang hidupku lebih enak, coba dulu aku pilih pilihan satunya, pasti hidupku bakal lebih enak lagi. Menurut mas gimana?"
(intinya aku cerita kalau aku merasa mengorbankan sesuatu walau sebenarnya ada pilihan untuk lanjut terus)

"Menurut mas justru hidup kamu sekarang bisa enak karena dulu kamu ambil pilihan yang sudah kamu pilih itu. Coba deh kita skenariokan kalau kamu pilih opsi satunya, kamu mendapatkan ....... tapi pasti dalam hidup ini nggak ada cerita .............. terus ........... dan ................. juga nggak ada ......... yang mana itu semualah yang nyatanya sekarang turut mengambil peran dalam hidup yang sekarang lebih enak ini."
(intinya karena dengan apa yang aku pilih waktu itulah justru yang terasa manfaatnya jangka panjang, lebih banyak manfaatnya bahkan semua faktor itulah yang sekarang membuatku merasa sekarang hidup lebih enak.)

"hmmm bener juga sih, karena kalau dihadapkan pilihan yang sama lagi, mungkin aku juga akan ambil keputusan yang sama lagi. hehe." Aku tersenyum lega. Begitulah terkadang memang aku suka tiba-tiba berpikir random. Tapi obrolan ringan ini justru membuatku sadar akan banyak hal baru. Tentang keputusan lama yang tidak perlu disesali, tentang hal-hal indah tapi malah tidak kusyukuri, tentang pilihan hidup yang sulit tapi membawa kemudahan di esok hari, tentang ayat Al-Qur'an yang menjelaskan bahwa setiap ada kesulitan maka ada kemudahan. Ternyata butuh bertahun-tahun bagiku untuk menyadari hikmah di balik kesulitanku saat itu. Dan hari ini, waktu dimana aku menyadari hal-hal ini juga merupakan hal yang harus disyukuri. Alhamdulillah Allah beri hidayah.

Tak kasih salah satu tips hidup enak: Ngobrol-lah sama pasanganmu, tidak peduli serandom apapun. Nggak harus lho melulu deeptalk deeptalk itu. Yang penting ngobrol aja. Ngobrol itu kan salah satu cara komunikasi, dan pasangan adalah orang yang paling banyak berinteraksi dengan kita. Kan, katanya, kalau komunikasinya enak, apapun yang dibahas ya jadi enak. Kita hidup, naik-turun perjalanan hidup kita, kalau sering ngobrol sama pasangan yang menemani hidup kita, InsyaaAllah lebih terarah perjalanannya. Karena apa? karena kalau seringg ngobrol, jadi apal frekuensinya. Walau kita sama pasangan kita masing-masing nggak se-frekuensi, tapi diharapkan ketika ada masalah, kita bisa menghadapi bersama dengan bersama-sama, ketika harus belok kanan ya gampang ngomongnya belok kanan, ketika harus belok kiri ya gampang juga ngomongnya belok kiri. Nggak se-frekuensi tapi apal frekuensinya.

Tapi nggak hanya berlaku antara diri kita sama pasangan. Ternyata kunci dari segala kunci hidup enak adalah dengan mengenal diri sendiri lebih baik setiap  harinya. Paham kapan iman kita naik-turun, paham bagaimana cara mengatasinya, paham cara lembut pada diri sendiri agar tidak terbelenggu di setiap cobaan hidup, paham cara tegas pada diri sendiri agar bisa bersikap sesuai batasan dan koridor agama. 



Setelah semua ini, aku jadi berpikir bahwa dalam hidup ini, siapapun kita, pasti berusaha keras mengupayakan hidup dengan cara terbaik yang bisa kita upayakan. 
Living my best life!

Selamat nyoreee, semuanya.
Wassalamu'alaikum!

Tuesday, September 27, 2022

Jangan Mau Rugi Bahkan Ketika Kamu Sakit



Assalamu'alaikum!

Yey selamat datang kembali!!! Apa kabar kamu hari ini?
Semoga dimanapun kamu berada, kamu senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Lindungan dari segala hal buruk seperti sakit, rasa malas, kesedihan, kejahatan, serta hal buruk lainnya. Aamiin.
Tapi misal nih, misal loh ya, misal sekarang kamu sedang mengalami hari yang buruk, tidak apa-apa. Apapun itu, percayalah kamu akan baik-baik saja. Ada Allah tempat kita meminta dan memohon pertolongan. InsyaaAllah.

Berbicara tentang hari yang buruk, aku ada sedikit cerita. Jadi... beberapa hari terakhir ini aku sering sakit. Sakit yang MaasyaaAllah rasanya tak tertahan sampai membuatku menangis, bahkan pernah aku kelepasan emosi dan tidak sabar selalu mengeluh ini itu. Jangan ditiru ya, karena seharusnya sesakit apapun kita harus ingat untuk bersabar. Sabar dan ikhlas menerima sakit yang diturunkan oleh Allah SWT. Ini cobaan, ini ujian. Ingat! Allah tidak pernah memberikan cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya. Benar begitu lho, tertulis dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 286.

Mudah mengatakannya, susah menjalankannya.
Memang benar, selaaaalu begitu. Tapi, meski demikian, orang sakit tetap harus sering-sering diingatkan untuk bersabar, untuk tetap ber-husnudzon dengan apapun yang telah disiapkan oleh Allah SWT untuk kita. Hal itu betul aku rasakan sendiri, karena tanpa ada yang mengingatkan aku untuk tetap sabar, tetap rajin sholat pada waktunya, tetap dzikiran wiridan nderes Qur'an, tanpa itu semua aku akan pasrah dan akhirnya kalah dari sakit yang kuderita saat itu. Jadi, kamu jangan mau kalah juga, ya! 💗



Nyatanya, sebagai manusia biasa aku belum mampu sesabar itu. Saat lengah, aku masih banyak mengeluh. Bahkan orang di sekitar sering menjadi pelampiasan kekesalanku. Maafkan aku, suamiku. Hehehe. Ya, orang pertama dan terbanyak menerima dampak negatifnya adalah suamiku. Bagaimana tidak? Suamiku selalu siaga setiap saat di dekatku. Makanya, sekarang kupikir suamiku yang harus banyak bersabar. 😁

Setelah melewati banyak luka dan sekarang masuk proses berpulih diri, aku menyadari sesuatu. Muncul pertanyaan seperti, "Orang ketika sakit itu bisa dapat apa? Bisa untung apa?" Nah, di sini bakal aku jabarin cerita untuk jawab pertanyaan semacam itu. Kalau di atas tadi aku cerita sisi-sisi negatif yang sering kita rasakan ketika sakit, sekarang mari kita mulai membahas sisi-sisi positif yang bisa kita rasakan betul dan bisa kita renungkan sebagai motivasi diri untuk sembuh dan membangun himmah untuk hidup lebih baik lagi. 



Hal-hal positif yang mulai kusadari betul ketika aku sakit adalah:
- Nikmat Sehat
    Mempunyai tubuh yang sehat adalah salah satu nikmat Allah yang luar biasa dan harus disyukuri. Jangan salah, sehat itu sendiri bisa menjadi luas kalau didefinisikan loh. Bisa makan dan minum enak, bisa tidur nyenyak, bisa melihat dan mendengar tanpa gangguan, bisa berjalan dan bergerak dengan bebas, itu semua adalah sebagian kecil dari nikmat sehat yang Allah karuniakan untuk kita. Tapi karena terlihat kecil dan biasa itulah kita jarang mensyukurinya. Tapi ketika satu atau dua nikmat tersebut Allah ambil untuk sementara, kita langsung merasa menjadi orang yang paling menderita. Canda si paling menderita. Oleh karena itu, bersyukurlah kita dengan apapun kondisi kita ya girls, dalam sehat maupun sakit, ketika kita bersyukur maka Allah akan tambahkan dan lipat gandakan nikmat-Nya. InsyaaAllah.
    Sedikit cerita, aku pernah bilang begini ke adikku, "Mbak sakit gini jadi nggak enak makan, nggak enak tidur, padahal nikmat hidup yang paling enak kan nikmat makan sama nikmat tidur." Lalu tanpa diduga adikku menjawab begini, "Nah, mungkin mbak kurang bersyukur, nikmat yang mbak syukuri terlalu sempit, harus ditambah lagi rasa syukurnya, jangan cuma nikmat makan sama nikmat tidur aja." Checkmate!

-Taqarrub ilallah
    Waktu terus berjalan bahkan ketika kita sakit. Proses penyembuhan kita pun bisa cepat bisa pula lambat. Akan tetapi bagaimana kita memanfaatkan waktu selama kita sakit itu, adalah yang menjadikan waktu kita  tergolong waktu yang berharga atau sekedar waktu yang berlalu begitu saja, tidak istimewa. Setiap aku sakit, ibuku selalu mendekatkan sebuah tasbih ke arah  tanganku. Dan aku mengambilnya. Ibuku selalu menjadi alarm ibadah dan ngajiku. Aku mensyukuri itu.
    Hidup di dunia tidak ada hal yang 100% mutlak benar dan tidak ada hal yang 100% mutlak salah. Semua hal ada sisi benar dan salahnya. Maka dari itu, setelah apapun yang kita usahakan untuk kembali menjadi sehat, kita harus imbangi usaha kita dengan berdoa kepaada Allah. Berdoalah sebanyak usaha fisik yang sudah kita upayakan semaksimal mungkin itu. Berdoalan sebanyak waktu yang sudah kamu habiskan untuk setiap upaya kita. Jauh lebih baik lagi ketika kita bisa melakukan keduanya secara bersamaan.
    Tapi, yah... namanya juga manusia biasa, aku pun tidak jarang berusaha dlohir atau berusaha fisik dulu, baru setelah merasa sudah melakukan banyak hal baru ingat untuk berdoa. Sering juga sebaliknya, ndungo-ndungo tok tapi tidak melakukan apa-apa agar keadaan membaik. Jangan ditiru! Yang benar adalah pokoknya sebanyak mungkin ingatkan dirimu sendiri untuk selalu mendekat kepada Allah, nyuwun, berdoa seeeebanyak-banyaknya. Maka waktu yang kita habiskan selama kita sakit tidak akan tergolong waktu yang terbuang sia-sia dan kita tidak akan rugi.


-Banyak orang yang sayang sama kita
    Saat sakit, biasanya aku menghindar dari banyak orang. Selain karena sifatku yang introvert, aku hanya ingin memberi ruang untuk diriku sendiri agar mentalku tetap waras tanpa gangguan siapapun. Kamu pasti tahu kan, kalau sakit itu biasanya kita menjadi lebih sensitif dan mudah terbawa perasaan. Berdua sama suami saja masih sering kelepasan emosi dan sambat terus, bagaimana kalau di tengah-tengah orang banyak? Mau berapa orang yang bakal jadi pelampiasan lagi nih? Tapi kali ini nyatanya tak seburuk bayanganku. Ketika ada saudara atau kerabat tau aku sakit, mereka akan datang, mereka mendoakan, mencoba menciptakan suasanya yang nyaman, membantu sesuatu yang tidak bisa aku lakukan sendirian, intinya mah justru semua orang ingin membantu. Awalnya karena aku terbiasa melakukan apapun sendiri, aku merasa sangat tidak nyaman dengan banyak orang di sekitar melakukan ini itu untukku, bertanya aku butuh apa, bertanya aku ingin apa, tapi perlahan aku mulai melihat dari sisi yang tidak aku percayai sebelumnya. Bahwa semua orang yang tetap berjaga di dekat aku, berusaha memenuhi kebutuhan aku, itu adalah bukti kepedulian mereka atas aku. 
    "Itu bukan gangguan, far! Itu bukti kepedulian," begitulah akhirnya aku keluar dari zona nyamanku dan menerima banyak kasih sayang dari orang-orang yang sayang padaku.
    Jadi, mungkin kamu yang punya sifaat sama seperti aku, sifat tertutup dan introvert kayak aku, mungkin ada baiknya juga kita sesekali membiarkan kita keluar dari kesendirian kita, menekan sedikit batas penjagaan kita. Menyadari momen kekeluargaan seperti ini, menemukan orang-orang yang sayang dan peduli dengan keadaan kita, adalah keberuntungan hidup yang sangat mahal harganya.

Oke deh!
Sudah dapat poin-poin yang aku sampaikan kan dari tulisan di atas?
Intinya mah jangan mau rugi bahkan ketika kita sakit.
Justru ketika sakit kita cari pahala dengan perbanyak berdoa dan berdzikir kepada Allah SWT. Hikmahnya pun banyak, kita bisa menemukan makna lebih dari sebuah rasa syukur, waktu yang bermanfaat untuk mendekat kepada Allah, dan mendapatkan kasih sayang dari orang-orang terdekat.  Karena semua poin sudah tersampaikan, aku akhiri tulisan hari ini sampai di sini.



Sampai jumpa di post berikutnya!

Wassalamu'alaikum!


Friday, January 29, 2021

Dramatically Accomplished!

 I don't deserve this love, but thank you so much :)


Assalamu'alaikum!
Sehat kan? Sehat ya..
Ada pengalaman baru nih yang mungkin bisa dibilang membuat pandanganku lebih terbuka daripada sebelumnya. Dari gambar pertama di atas, mungkin kamu bisa menebak apa yang ingin aku bagi di sini. And yes, I am officially graduated. 

Well, sebenarnya bukan lulusnya sih yang aku jadikan poin di pengalaman ini. Tapi proses dan timing-nya yang membuat aku terkesan. Ada up and down, ada keragu-raguan, bahkan ada risiko lebih besar yang tak berani kubayangkan jika saat itu aku memilih untuk tidak menyelesaikannya. 

Ingin maju, tapi tak tahu bagaimana caranya.
Kalau diam saja, itu percuma. Waktu tetap berjalan ke depan dimana semua hal itu ada batasnya.
Tapi kalau mundur, banyak hal akan kehilangan fungsinya.

Akhirnya dari sekian skenario yang kupikirkan, aku memilih maju.
Sedikit demi sedikit, tidak apa.
Tidak secepat orang lain melakukannya, tidak apa.
Tidak setepat orang lain menyelesaikannya, tidak apa.

"Kalau kamu malu dengan kenyataan kamu tidak seprogressif orang lain, maka kamu akan stuck di situ-situ aja," kata temanku.
"Sekarang sudah waktunya untuk tidak tahu malu. Ada yang kamu tidak tahu, bertanya. Ada yang tidak kamu bisa, minta tolong." Temanku yang lain menimpali.

Dengan karakterku yang tertutup, untuk bertanya dan minta tolong kepada orang lain itu adalah hal yang perlu banyak pertimbangan. Seperti kapan waktu yang baik untuk bertanya, dan bagaimana bahasa yang kugunakan ketika aku minta tolong kepada orang lain di sekitarku, aku memikirkannya. Memang itu hal baik untuk diperhatikan, tapi terkadang justru menjadi hambatan buatku untuk bisa mendapatkan apa yang sebenarnya kubutuhkan. 



Untuk orang-orang yang sedang berikhtiar menjemput tujuan, semangat ya :)
Prioritaskan apa saja yang membuatmu dapat meringkas jarak menjadi lebih dekat ke arah tujuan. Jangan pikirkan dulu hal-hal lain yang sekiranya dapat menghambatmu. Meskipun itu hal baik, tapi kalau untuk saat ini tak cukup membantu, maka jangan.

Pendampingan itu juga perlu, dalam kasusku.
Selama ini aku selalu berpikir untuk melakukan semuanya sendiri. Karena aku mudah merasa tidak nyaman dengan orang lain, tapi di saat genting untuk sebuah tujuan ternyata kita butuh pendampingan orang lain. Fungsi utama adalah memang untuk mendampingi kita dalam berproses, tapi fungsi yang menentukan adalah bagaimana faktor itu bisa menjadikan kamu merasa dalam pengawasan. Dalam kasusku, faktor ini adalah teman-temanku. Sama-sama berproses, tapi bisa saling memberi peringatan untuk melakukan lebih banyak dari yang sebelumnya. Ternyata benar, how we are making friends, itu menentukan.



Poin berikutnya, zona nyaman.
Ketika berusaha mencapai sesuatu, tekan saja zona nyaman. Itu penting. Bukan untuk menciptakan suasana menjadi tidak nyaman, itu bukan. Tapi zona nyaman adalah godaan. Anggap saja begitu. Atau anggap saja zona nyaman sebagai reward, yang boleh kita dapatkan setelah kita mencapai tujuan yang ingin dikejar. Ya, ini dulu baru itu. Dalam hal ini, zona nyamanku adalah jam tidur dan makanan. Hehehe. Aku sangat buruk dalam mengelola jam tidurku. Dan tentang makanan, aku memang suka makan. Tapi aku harus mengurangi itu semua. But still, dalam batasan kesehatan yang wajar ya. Sehat itu harus.
Apalagi ada suami yang selalu menjadi alarm pribadiku terkait menjaga kesehatan. "Dalam keadaan seperti ini pokoknya kamu dilarang sakit ya. Jangan sampai sakit," begitu katanya.

Hal yang paling penting adalah doa dan juga kesempatan atau peluang.
Aku bersyukur memiliki dua orang tua kandung dan dua orang tua dari suamiku. Semakin banyak doa dari orang tua, semakin besar kesempatan aku bisa merayu Allah untuk mendapatkan Ridho-Nya untuk memberiku kesempatan mengusahakan apa yang kuusahakan. Itu penting.
Doa dari orang-orang yang lain juga sangat membantu. Sangat. Mendapatkan doa dari orang lain sebanyak-banyaknya adalah jalan ninjaku selama ini. Hehehe. Karena kita tidak akan bisa sampai di tahap ini kalau hanya mengandalkan doa dari diri kita sendiri. Note that!
Doa bisa membimbing kita mendapatkan jalan yang lebih terbuka. Jalan yang tadinya ruwet atau rumit, tiba-tiba menjadi terurai dan terbuka. Kemudian di jalan itulah, kita melihat ada kesempatan, ada peluang.

Ketika melihat ada kesempatan, memang wajar dan manusiawi untuk bertanya-tanya apakah kita mampu mengambil kesempatan ini. Tapi sungguh, setiap ada kesempatan, jangan lewatkan. 
Kalau ada banyak kesempatan, ambil sekaligus!
Kalau hanya ada satu kesempatan, kenapa dilewatkan? Ambil!
Siapa tahu, Allah menunjukkan jalan ini sebagai jawaban dari apa yang kita ikhtiarkan. Namanya juga ikhtiar. Mungkin memang sekarang lah waktunya kita mengambil langkah baru dengan kesempatan yang Allah siapkan untuk kita ini. 

Memikirkan risiko itu baik, tapi jangan kebanyakan.
Jangan su'udzon sama apa yang ada di depan.
Jangan juga su'udzon sama diri sendiri. Pasti bisa kok.
Selamat berikhtiar :)

Wassalamu'alaikum !

Wednesday, November 18, 2020

You are not Supposed to Look Back, You are Supposed to Keep Going

 Assalamu'alaikum ^^

Banyak hal membuat kita ragu, beberapa hal bahkan membuat kita memikirkan yang telah berlalu. Apakah kita melakukan hal yang benar? Berulang kali pertanyaan yang sama berputar di kepala kita. Kalau apa yang kita lakukan itu benar, kenapa kita tidak bisa berhenti memikirkannya? Tapi kalau salah, kenapa kita berpikir pasti akan membuat keputusan yang sama seandainya bisa kembali ke masa lalu? 

Kalau benar, bagian mana yang salah?
Tapi kalau salah, seperti apa yang benar?


Setiap orang punya sisi gelap, tapi ingin bersinar dengan cahayanya masing-masing. Sesuai dengan judul yang aku buat di atas, kita berjalan ke depan tidak untuk melihat ke belakang, tapi untuk terus maju dan menuju ke depan. Mungkin ini bisa juga disebut hijrah, yang artinya pindah. Tentu saja dalam konteks pindah ke sesuatu yang lebih baik. Maka aku berharap, kita semua saat ini adalah orang yang lebih baik daripada kita yang dulu. Dengan begitu, semakin banyak alasan untuk bertahan dan melanjutkan perjalanan kita.

Bisa juga disebut ikhtiar, selama kita membarengi usaha fisik kita dengan berdoa. Tapi bagaimana cara berikhtiar yang benar? Terkadang manusia bisa berat sebelah dan berlaku tidak adil, bahkan terhadap dirinya sendiri. Sudah banyak berusaha, tapi sedikit berdoanya. Sudah berdoa khusyuk setiap hari minta sama Allah, tapi tidak melakukan usaha dhohir. 

Kata Ibuk, itu namanya ngapusi. 

Lalu aku berhitung, dan ternyata sudah berkali-kali aku ngapusi diriku sendiri. Berkata sudah melakukan yang terbaik, tapi berdzikir saja masih malas-malasan. Berkata sudah rajin berdoa, usahanya masih setengah-setengah. 

Lalu kubilang itu manusiawi, bisa saja dimaklumi.
Tapi jauh di lubuk hatiku mengerti...ini hanyalah penghiburan tiada arti.


لْاِنْسَانُ مَحَلُّ الْخَطَاءِ وَالنِّسْيَانِ
"Manusia itu tempatnya salah dan lupa."

Hikmah, namanya. Manusia bisa saja khilaf, bisa membuat suatu kesalahan begitu saja. Manusia bisa saja lupa, lupa akan apa yang seharusnya dilakukan. Tapi semua itu bukan berarti sia-sia. Semakin banyak kesalahan dan kelupaan yang kita lakukan, semakin banyak pembelajaran kita dapatkan. Selalu ada hikmahnya. Setiap pembelajaran dan hikmah yang kita petik, menuntut kita menjadi lebih bijak dan lebih dewasa. Pada akhirnya akan ada hal baru yang kita ketahui, dan ada jalan baru yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Kita bisa menerima petunjuk itu dengan berdoa kepada Allah untuk diberikan jalan yang Ia ridhoi, bukan jalan orang-orang yang tersesat. Na'udzubillah semoga kita bukan termasuk golongan orang yang tersesat.



Terkadang, saat masa-masa sulit tidak cukup dengan hanya mengandalkan usaha dan doa kita sendiri. Justru bisa kubilang sangat memerlukan doa dari orang lain. Tapi bukan berarti kita harus selalu bergantung kepada orang lain, bukan. Maksudnya adalah semakin banyak orang yang mendukung kita, semakin banyak orang yang mendoakan kita, akan semakin baik. 

Aku percaya dengan betapa dahsyatnya semua doa-doa yang terucap oleh lisan orang lain, bisa menambah keberuntungan dan kebaikan dalam jalan yang Allah siapkan untukku di depan. Maka kamu juga begitu. Bertemu dengan orang lain, jangan biarkan pertemuan itu selesai begitu saja tanpa ada satupun doa baik yang terucapkan baik darimu untuknya atau dari orang itu untukmu.

Sesederhana dengan mengucapkan "Assalamu'alaikum" saja itu sudah terkandung doa akan keselamatan didalamnya. Sayang sekali kalau hari ini kita bertemu dengan banyak sekali orang, tapi tidak satupun bertukar salam dan doa dengan kita. Iya kan? Maka dari itu, yuk perbanyak tutur kata dan doa yang baik untuk orang lain, sehingga orang pun akan selalu berkata baik dan mendoakan kita dengan doa-doa yang baik setiap hari.

Mungkin banyak hal membuat kita tidak cukup puas atau bahkan membuat kita tidak bahagia. Tapi semua hal ada fasenya. Melihat ke belakang sesekali tidak masalah, tapi melihat jelas ke depan sudah merupakan keharusan. Kita sudah berusaha, kalau belum berhasil berarti itu belum berakhir, karena akhirnya pasti kita bisa berhasil.

Setiap usia dan tahapan kehidupan memiliki ujiannya masing-masing, pun tidak selalu sama antara satu orang dengan yang lainnya. Last but not least, sejujurnya ini hari yang cukup sulit untukku, sulit untuk dilalui seorang diri tapi aku beruntung alhamdulillah hari ini aku mengobrol dengan banyak orang. Sepertinya Allah benar-benar memberiku kesempatan agar semua orang dapat memberi energi positif padaku. Tak cukup dengan energi positif, maka aku pun meminta doa. Akhirnya doa baik saling berbalas dengan doa baik.

Percaya kalau doa baik tidak akan berhenti hanya sebagai doa yang baik kan?
Doa yang baik sealu berbalas dan berbalik.

Akhirnya untaian-untaian doa baik keluar dari lisan semua orang. Semoga semua doa baik itu dicatat dan diamini pula oleh malaikat, semoga Allah pun mengijabahi semua hajat baik kita.

And you know what? Kita bisa lebih kuat dari yang kita sendiri bayangkan.

Selamat berikhtiar!
Wassalamu'alaikum ^^



Monday, September 7, 2020

First Birthday after Marriage

 

Salam!
Selamat ulang tahun untuk siapapun kamu yang mungkin sekarang sedang ulang tahun. Tentu, setiap hari pasti ada yang ulang tahun, bukan? Hehehe

Percaya tidak? Dulu aku tipe orang yang dengan mudah hafal semua tanggal lahir orang-orang terdekatku. Bahkan anak pertama dan kedua tanteku saja aku hafal tanggal lahirnya. Tak ketinggalan-lah aku untuk mengucap doa baik di setiap tanggal-tanggal itu. Bukan sengaja menghafal tapi ya hafal  begitu saja. Entahlah, tapi kalau hafal tanggal lahir orang tua dan adik-adik mah udah biasa ya.

Kenapa tiba-tiba bahas tanggal lahir?
Jujur saja aku barusan buka-buka folder di laptop karena ada data yang harus segera dipindah. Lalu lama-kelamaan jadi iseng buka-buka folder lain juga. Dan sampailah ke folder foto yang isinya ribuan foto yang bercampur aduk random dan tidak berurutan. Maklum, sesering itu collect pictures tapi agak malas untuk merapikannya di folder yang terpisah. Finally, ada beberapa foto yang mengingatkanku kembali ke beberapa bulan yang lalu.

Bulan Juli, tepatnya di hari ulang tahunku.
Bulan Juli bagiku selalu berubah-ubah. Sering bertepatan dengan libur sekolah, libur semester, libur panjang, atau bahkan pergantian sekolah. Entah itu SMP, SMA, atau bahkan S1, selalu tak banyak yang bisa kutemui di Bulan Juli. Makanya selalu berbeda dengan siapa aku menghabiskan hari ulang tahunku setiap tahunnya.

Tapi belakangan, ada hal yang mulai membuatku terbiasa. Bukan siapa, tapi apa. 
Entah dimulai dari kapan, tapi di hari ulang tahunku selalu ada boneka dan juga cokelat. Bahkan kotak musik, hal yang sangat kukagumi ketika aku masih kecil itu juga pernah sekali menjadi kejutan tersendiri bagiku. Mungkin itu di ulang tahunku yang ke-18 aku dapat sebuah hadiah kotak musik dari seorang teman dekat. Hal yang sama adalah semua itu seakan hadir begitu saja ke hadapanku. 

Lalu hal terakhir yang aku ingat adalah buku. Ya, selalu ada buku di beberapa tahun terakhir ini. Sampai akhirnya, menjadi kebiasaan bagiku di Bulan Juli untuk menunggu kiriman buku datang ke alamat rumahku. Tanpa sadar, pola yang sama terjadi lagi. Selalu tanpa pertemuan, tanpa senyuman, tanpa kenangan, semua hadiah-hadiah indah ini datang mewakili. Anehnya, tak sekalipun aku jemu.

Aku semakin tenggelam dalam keengganan untuk bersosial. 
Hingga akhirnya aku menikah.
Bahkan untuk pertama kalinya, aku tidak terpikirkan akan menikah dengan siapa. Tapi apa. Apa yang harus aku lakukan? Aku bisa apa?

Tapi itu proses hidup, dan aku menjalaninya.
Selangkah demi selangkah, dengan kecepatan yang aku mampu.

Mungkin aku kaku, tapi ingin terlihat terus bergerak maju. 
Mungkin aku juga malu, tapi berharap cukup banyak yang aku tahu.

Aku belajar. Darinya aku banyak diajari.
Aku mencinta. Darinya aku banyak dicintai.
Aku mendamba. Darinya aku banyak dikasihi.
Begitulah istri dari seorang suami.

Orang bilang, "Selamat menempuh hidup baru!" 
Ternyata hidupku memang banyak berubah setelah membangun keluarga baru. Di awal perlahan memang terasa asing dan kurang nyaman. Tapi sesuatu yang baru memang selalu asing di awal, bukan? Hingga akhirnya semua yang baru itu mengambil alih definisi zona nyaman bagiku.

Berlaku pula untuk hari ulang tahunku.
Jarak dengan suami yang tidak sedikit, Bekasi dan Yogyakarta, tak jarang membuatku dilema. Aku tidak menantikan apa-apa, lebih-lebih pandemi sedang melanda. Ya, aku memang tidak menantikan apa-apa, tapi bohong jika aku berkata tidak mengharapkan siapa-siapa. 

Dan ini adalah pertama kalinya.
No more cakes,
no more dolls,
no more flowers,
no more chocolates,
even books,
kali ini aku berharap lebih dari itu semua. Yaitu jumpa, sapa, senyuman, dan pelukan. Aku bukan orang yang berani mendambakan sesuatu yang mungkin tak sanggup aku atasi secara logika. Dan dengan kondisi di luar seperti saat ini (Bulan Juli kemarin), secara logika yaaa sulit untuk bertemu.

Tapi dia datang. Perasaanku campur aduk sepanjang perjalanan ke bandara. 
Ya cemas, tapi ya bahagia.
Ya senang, tapi ya khawatir.
Ya gelisah, tapi ya bangga.
Setelah pertemuan yang dramatis, reuni kecil yang cheesy, dan tatap-tatapan yang kaku karena lama tak bertemu, akhirnya ditanya juga aku ingin dikasih apa.

Girls, tahu tidak?
Ketika kita bahagia, katakanlah kita sedang bahagia-bahagianya banget gitu, semisal kita ditanyain ingin apa, pasti kita akan bilang tidak ingin apa-apa. Iya kan? Kenapa? Karena kita sedang bahagia.

Dan yaaa, that was soooo true. Karena tak terpikirkan apa yang aku inginkan, aku hanya bilang aku ingin makan. 
Aku hanya ingin melakukan aktivitas apapun yang biasa aku lakukan sendirian menjadi aktivitas yang sekarang bisa aku lakukan berdua dengan suamiku. 
Sesederhana itu. Yeah walaupun dia memberikan lebih. Mari anggap lebih-lebihnya itu sebagai tanda kasih sayang. Hehehe.



Aku yang ketika sendirian lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan, menjadi sering menghabiskan waktu di luar. Kuakui aku kelewat sangat bersenang-senang, karena sebelumnya aku bahkan tak tahu cara bermain. 

You know what? mungkin ada bagusnya juga menjadi anak rumahan sebelum menikah, karena setelah menikah jadi banyak sekali hal-hal baru yang aku alami untuk pertama kalinya. Itu saja sudah spesial, tapi ditambah lagi tingkatan spesialnya karena hal yang pertama kualami itu ternyata aku mengalaminya bersama pasangan halalku. 

Selamat untuk kamu, siapapun kamu, yang mungkin seperti aku juga, dulunya anak rumahan, tiba-tiba menikah dan tiba-tiba banyak hal yang kamu alami untuk pertama kalinya. Sekecil apapun hal baru itu, mungkin adalah hal biasa bagi orang lain yang sudah biasa mengalaminya, tapi mari anggap itu hal yang spesial, karena itu memang sangat spesial. Percayalah.. kenapa? Karena kita mengalaminya bersama orang yang spesial.

Salam!


Wednesday, March 11, 2020

Ikhtiar Yang Nggak Ada Ruginya


Assalamu'alaikum, ladies........

Alhamdulillah akhirnya bisa post cerita baru lagi di sini. Kamu gimana kabarnya? Sudah ada kabar baik apa saja hari ini?

Bertemu dengan banyak orang biasanya melahirkan adanya pertukaranya informasi. 
Belajar, namanya. 
Kita bisa belajar dari sebuah pengalaman. 
Pengalaman yang baik, akan baik juga kalau kita bisa mengikutinya. Tapi pengalaman yang tidak baik, kita tidak harus mengalaminya sendiri untuk bisa memetik hikmahnya. Bener kan? Pengalaman itu tidak harus kita sendiri kok yang mengalaminya. Kita bisa belajar dari pengalaman orang lain. 

Sip! Good~

Oleh karena itu, semakin aku dewasa, semakin aku berusaha menyadarkan diri sendiri sih. Semakin aku menghargai semua ilmu, sharing, dan nongki-nongki cantik. Hehehe.

Kamu yang sekarang ini seumuran denganku, pasti sudah memasuki fase-fase pernikahan. Kebanyakan. Karena... ya emang lagi mangsanya, lagi wayahnya. Awal-awal pernikahan yaaaa ada laaaah yang sering kita obrolin, ada baper-bapernya, ada seneng-senengnya, ada mesra-mesranya, pokoknya anget terus lah. Kalaupun ada bete-betenya yaaaaa paling yaa sebentar-sebentar, habis itu udah sayang-sayangan lagi. Hehehe.

Tapi, kehidupan itu kompleks. Kalau kamu pernah nonton drakor judulnya Because This is My First Life, di situ juga digambarkan kalau di dunia ini tidak ada orang yang hidupnya itu enak-enaaaaaaak terus. Tapi tidak ada juga orang yang hidupnya itu susah-susaaaaaaaah terus. Begitulah struggle-nya orang kalau mau hidup. Yeah that's life, sis. Makanya ada yang disebut roda kehidupan. Masa depan siapa sih yang tahu? Kita tidak tahu. Tapi ini kehidupan kita, kita juga yang harus mengusahakan how we live our life gitu lah. Bahasa jawanya yaa urip sing urip gitu lah. That's why agama kita mengajarkan yang namanya ikhtiar.

Iya, ikhtiar yang itu. Ikhtiar yang artinya berusaha sambil berdoa. Yang dinamakan sambil itu ya berarti dilakukan bersamaan.
Disebut berusaha itu ketika ada action, ketika kita melakukan sesuatu,  itu namanya berusaha. Jadi tuh ada niat yang dinyatakan dengan perbuatan. Bukan niat namanya kalau baru diucapkan doang dalam hati.
Disebut berdoa itu kalau kita nyuwun sama Gusti Allah. Mintanya jangan cuma sekali, mintanya ya harus berkali-kali. Bukan berarti doa kita ndak mempan itu bukan. Tapi semakin banyak kita meminta sama Allah, Allah justru tambah seneng sama kita.

Dan seperti teori analisa resiko yang kita pelajari di kampus, di kehidupan pernikahan juga pasti ada resikonya. Hanya saja, kita bisa memilih resiko mana yang sekiranya bisa kita tempuh dan bisa kita hadapi di depan. Bukan dihadapi sendiri, tapi dihadapi bersama. Kenapa? Karena pernikahan itu tidak nafsi-nafsi, tidak dewe-dewe, tidak sendiri-sendiri.

Nah, kenapa tiba-tiba aku pengen cerita begini?
Karena ada hati yang sedang gundah. Malam-malam menjelang tidur seperti ini, biasanya secara tidak sadar otak kita akan play kembali rekaman perjalanan kita sepanjang hari ini. Kadang random sih, jadi terkadang malah kepikirannya jauh sampe kemana-mana. Hehehe. But that's okay, that means our brain is still working, right? 

Hmmm. Technically, yes. 



Kembali ke hati yang gundah. Setiap orang punya kegundahan masing-masing, sesuai dengan apa yang sekarang ini sedang dihadapkan di hadapannya. Seperti aku yang gundah karena kuliah belum juga selesai, gundah karena udah kepengen tinggal serumah sama suami, gundah karena udah kepengen punya baby. Macam-macam lah. Nah, akhir-akhir ini kebetulan lagi sering dicurhatin sama beberapa teman yang jatuh bangun dalam hal pencarian jodoh. Well, jodoh itu juga rejeki, rejeki yang juga jadi misteri. Kapan, Di mana, Siapa. Who knows? Nobody knows.

Jujur aku sedih karena tahu apa-apa yang sudah dialami beberapa dari teman-temanku yang lain. Maksudnya, lika-liku yang kulewati sebelum akhirnya aku menikah dengan suamiku yang sekarang mungkin tidak ada apa-apanya kalau dibanding dengan beberapa skenario yang dialami teman-temanku. Ada yang jatuh hati dengan manis, tapi kemudian patah hati dengan menangis. Jatuh hati lagi, patah hati lagi. Ada yang cocok tapi tidak berjodoh. Ada juga yang merasa tidak cocok tapi ketemunya itu lagi, itu lagi. Masya Allah, skenario Allah itu warna-warni dan tidak ada bandingannya.


Tapi semakin banyak kita tahu cerita dan pengalaman orang lain, semakin luas juga kesempatan kita untuk belajar. Tidak ada ikhtiar yang membuat kita rugi. Tidak ada ikhtiar yang menghianati. Menanti saja, menanti. Yang penting kita pastikan saja hati kita tidak mati.

Oh!
Tiba-tiba saja aku teringat satu petuah ibuk dulu sekali ketika aku sering sambat ke beliau. Seringnya ibuk ngendiko begini, "Jangan su'udzon, nduk, sama Allah."

See? The point is kita jangan sampai berburuk sangka dengan skenario yang sudah Allah siapkan untuk kita. Jadi, tugas kita harus memastikan hati kita tidak mati, dan pastikan otak kita juga sejalan dengan itu. Wong semua yang kita lakukan itu pangkalnya dari hati. Jadi ya berbaik sangka saja. Ya sambil jalan, sambil dicari-cari hikmah positif dari status kita sekarang ini apa saja sih, begitu. Yaaaaa sambat-sambat sedikit ya boleh lah, tapi diniatin bukan untuk su'udzon sama Allah. Diniatin saja untuk sharing, diniatin buat menemukan pupuk baru untuk harapan kita yang mulai goyah.

Betul itu. Sometimes, kita memang perlu dorongan dan kata semangat dari orang lain untuk memupuk kembali kekuatan dan harapan kita. You are not alone, ladies. Karena aku pun begitu. Ketika aku merasa terluka oleh keadaan, berhadapan dengan berbagai questions I can't stand, itu rasanya jadi sedih gitu. Hehehe. Tapi ya kembali ke semua yang aku ceritain di atas tadi, aku tidak mau su'udzon sama kersane Gusti Allah. 

Yaaaaa ndungo terus saja. Sambat sedikit lah kadang-kadang. Tapi sambatnya ke orang yang sekiranya akan tulus menguatkan kamu. Begitulah kapan sambat itu bisa disebut sebagai sambat yang berfaedah. Kalau sambat yang ujungnya bikin kamu jadi tidak bersyukur? Noooooooo. Jadi sambatlah di tempat yang benar. Gitu pokoknya yang pernah aku baca di buku.

Sudah ya, ladies.
Tetap semangat yaaa, tetap ceria dan keep your chin up!

Wassalamu'alaikum...


Monday, January 20, 2020

Menantu Baru Itu Orang Asing



Assalamu'alaikum, ladies!

So, how's your day? Sudah terbiasa belum dengan status barunya? I mean yang pada baru saja menikah lho ya. Karena dengan sebuah ikatan pernikahan, menjadikan kita punya status baru.

Status sebagai istri dari seorang suami. Sebagai menantu dari orang tuanya suami. Sebagai kakak atau adik dari saudarannya suami. Sebagai bagian dari keluarga besar suami.
Banyak ya..
Iya..

Oleh karena itu, di samping penyesuaian dengan suami kita, banyak juga drama yang tak kalah menarik cerita dan lika-likunya, yaitu penyesuaian dengan keluarganya. Yap! Ternyata lebih menegangkan menjadi orang baru yang masuk di keluarga baru. Lebih dari itu, bahkan terkadang bisa disebut sebagai asing. Bukan, bukan keluarga itu yang asing. Tapi kita yang asing. Kita, para menantu baru.
Yeah.. Semua menantu baru adalah orang asing. Awalnya.

Kita yang tadinya hanyalah seorang anak perempuan dari sebuah keluarga kecil, yang awalnya hanya seorang kakak atau adik dari saudara kita di rumah, mendadak menjadi milik seseorang. Tak cukup hanya menjadi milik seseorang, tapi kita juga dibawa ke hadapan semua keluarganya.

Dibiji..Dibiji.. Begitu kalau kata orang dulu. Ketika ada orang baru, tentu semua keluarga tanpa sadar menaruh perhatian lebih kepadanya. Hal ini kusadari jauh sebelum diriku sendiri menikah. Hanya menyadari kondisi itu, bukan berarti aku memposisikan bagaimana kalau diriku menempati posisi itu ya.
You catch my point, right?

But finally, here we go.
Semua dilema-dilema pranikah yang kukhawatirkan saat sebelum menikah akhirnya kualami satu persatu. Berbagai tahapan pernikahan mulai aku tapaki dengan perlahan. Butuh waktu yang tidak sedikit untuk mengenal seseorang yang sudah sah menjadi suamiku. Tapi tentu butuh waktu lebih banyak lagi untuk mengenal bahkan menyatu dengan keluarganya.

Ladies, ada tidak sih, dari kalian yang merasa ditinggal saat hari pertama diboyong ke rumah suami dan keluarganya?
Karena aku merasa demikian. Aku sempat berpikir bisa-bisanya keluargaku meninggalkanku begitu saja di rumah ini, di rumah yang mana aku tidak dekat dengan siapapun di sini. Even suamiku saja aku belum merasa cukup dekat. Bagaimana bisa? Padahal keluargaku sangat paham sekali bahwa aku orangnya sangat tertutup dan tidak mudah merasa nyaman berada di lingkungan baru dengan orang-orang yang baru pula.

Tapi mungkin caranya memang begitu ya.
Aku bisa apa.

Setelah keluargaku pergi meninggalkanku (maksudnya boyongan yaaa, bukan ditinggal karena bukan dianggap anaknya lagi), aku tiba-tiba merasa benar-benar sendiri. Suamiku menggenggam tanganku, mungkin agar orang tuaku melihatnya dan merasa tenang. Tapi aku yang tidak tenang. >,<

Oh My God, I can't...
Waktu terasa saaaaaaaaaaaaangat panjang dan setiap detiknya terasa lama. Aku mencoba santai, tapi tidak bisa. Aku mengantuk tapi tidak bisa tidur. Aku lapar tapi tidak nafsu makan. Aku pusing dan lelah tapi lupa caranya istirahat. Hati dan pikiran, bahkan fisikku semuaaaaaaaanya lelah. Bukan lelah karena tidak ada waktu dan tempat istirahat, bukan. Tapi lelah karena tegang dan terjaga.
I am not myself.. I am not fine..

Beberapa hari berlalu sejak hari pernikahan membuat aku mulai merasa aman berada di dekat suamiku. Benar juga, bagaimana suami memperlakukan kita di hari-hari awal pernikahan ternyata sangat menentukan progress kedekatan kita. Memang tidak terburu-buru, tapi beruntung sekali karena suamiku cukup komunikatif jadi mudah bagiku untuk mengikuti polanya. Sehingga, yah, aku yang pada awalnya sering merasa insecure, perlahan fisik dan batinku mulai menerima bahkan mulai terbiasa dengan keberadaannya.

Tapi kan setelah itu LDR?
Iya, LDR itu yang membuat aku dan suami jauh-jauhan. Tapi karena sebelumnya progress kedekatan kami baik, jadi LDR-nya bisa ditahan sedikit. Masalah kalau ternyata lama-lama jadi agak berat ya berarti harus ketemu dulu. Ya keadaan kita, kita sendiri yang harus mencari tahu polanya. Dicari bagaimana pola terbaik agar tidak terlalu banyak yang dikorbankan, tapi juga tidak memaksa keadaan.

Itu kan progress suami dan istri. Bagaimana progress mertua dan menantu?
Mungkin ini lebih complicated untuk dicari polanya. Karena tidak semua orang tua itu sama dengan orang tua kita. Begitu awalnya jalanku berpikir. Bagaimana cara agar aku diakui? Bagaimana cara agar aku terlihat baik? Bagaimana cara agar aku bijine apik? Bagaimana cara agar aku nggak malu-maluin? Bagaimana agar ini.. Bagaimana agar itu.. Begitu terus yang ada di pikiran. Karena biar bagaimana pun juga, tidak ada menantu yang tidak ingin dianggap ora nambahi opo-opo.

Iya to? Ngoten to?
 
Tapi perlahan aku mencoba mengubah cara berpikirku. Tidak, bukan cara berpikir sih, tapi lebih kepada action-nya. Semua orang tua tentu menyayangi anak-anaknya. Orang tua pernah muda, tapi kita yang muda belum tahu bagaimana jadi orang tua. Jadi, orang tua pasti lebih bisa mengatasi berbagai karakter anak. Begitu pula dengan karakter anak sepertiku.

Ada sedikit cerita... Hari pertama, hari kedua, hari ketiga sejak hari boyongan berlalu. Dengan egois aku masih berharap suami dan keluarga bisa memaklumi aku yang masih serba pasif ini. Tidak tahu apa-apa. Bahkan saat suami kelelahan pun, aku tidak tahu harus bagaimana dan dimana aku bisa membuatkan satu gelas teh hangat. Mungkin aku tahu dimana dapurnya, tapi kan aku tidak tahu detail lainnya? Yah sebenarnya aku hanya cemas karena ada terlalu banyak orang. Hehehe.

Jadi aku memutuskan untuk hanya menemaninya saja. Sejatinya aku cemas, sampai wirid ba'da sholat-ku entah kurapal berapa kali. Aku bahkan tidak mengindahkan rasa lelah dan pusing yang sedari tadi juga ngublek-ngublek isi kepalaku. Yah, aku juga orangnya gampang lelah dan gampang sakit sakjane. Tapi aku tidak ingin mengeluh karena aku merasa tidak boleh terlalu manja. Tidak lama kemudian, saat akhirnya ibu mertua membawakan segelas teh hangat untuk suamiku, aku merasa lega.

Jujur, aku berterima kasih atas datangnya satu gelas teh hangat itu. Aku hanya berharap semoga suamiku lekas merasa baikan dan segar kembali karena... aku membutuhkannya!!! ^,^ Aku membutuhkan perannnya sebagai satu orang yang paling kukenal di tengah-tengah semua orang baru yang belum aku kenal dengan dekat semuanya. Jadi aku berharap dia bisa menjadi tameng aku. Kalian para menantu baru pasti paham juga kan maksudnya? Yaaa... begitulah.

Dan sekali lagi, aku berharap suami dan mertua sama-sama memaklumi betapa pasifnya aku. Harapan yang sederhana ini kupikir akan sangat berperan untuk membantuku merasa terdorong untuk menjalani peran dengan lebih baik dan lebih baik lagi.

It's okay kalau dengan orang tua sendiri, selama ini aku biasanya pasif. Hanya aktif di saat aku merasa mampu atau yakin dengan sesuatu. Yeah I'm really that kind of girl. Iya, ngeselin emang. Tapi dengan orang tua suami alias mertua, masak iya aku juga pasif? Terus bagaimana mau dipandang baik?

Well, orang tua biasanya tidak menuntut banyak, tapi setiap anak pasti ingin membahagiakan orang tua-orang tuanya. Setiap anak punya kelebihan masing-masing dan punya caranya sendiri-sendiri untuk membuat orang tuanya bahagia dan bangga. Tapi saat kita dihadapkan dengan keluarga baru, bisa saja kelebihan yang kita banggakan tidak akan cukup. Minder, tidak percaya diri, tidak punya cukup keberanian, merasa sendiri, ada saja negative thoughts yang merusak niat baik kita. Padahal all we have to do is just... start.

Aku lupa. Semua hubungan itu tidak hanya satu arah. Hal yang paling dasar justru membuat diri nyaman dan harus membuka diri dengan semua lingkungan dan orang baru di keluarga baru. Dengan bekal rasa nyaman ini, ternyata sangat membantu untuk bisa berkomunikasi aktif dengan mertua. Beruntung, mertuaku saaaaaaaaangat ramah dan terbuka. Aku saja yang terlalu takut di awal. Hehehe. Aku lupa bahwa pada dasarnya semua orang tua ingin melihat anaknya bahagia. Mertua juga orang tua kita kok. Perkara sampai sekarang masih ada perasaan sedikit canggung dan tidak ingin terus-terusan merepotkan itu wajar. Ada waktunya. Ada prosesnya. Nikmati saja.

Selanjutnya yang tidak kalah dilematis adalah proses mengenal keluarga besar suami. Saat acara pernikahan dan boyongan, mungkin sudah menjadi langkah awal untuk kita berusaha mengenal. Tapi mengenal saja bukan berarti menjadi dekat kan? Mengenal saja mungkin ada beberapa nama atau wajah yang selanjutnya kita lupa lagi.

Karena terlalu banyak orang kan? Iya.

Itu karena kita hanya berusaha menghafal. Menghafal nama. Menghafal wajah. Menghafal itu berbeda dengan mengenal. Tidak sama. Hal itu baru kusadari saat ada acara keluarga. Ikut suami dan mertua ke acara keluarga itu berarti kita akan bertemu lagi dengan wajah dan nama yang mungkin pernah kita coba hafalkan di acara pernikahan kita. Karena bagi kita itu bagian dari usaha menjadi menantu yang baik, remember? hehehe. Tentu kita tidak ingin dianggap sebagai menantu yang ora ngerti sedulur. Iya kan?

I did it, actually. Berusaha menghafal nama dan wajah. Hasilnya? Hasilnya agak berantakan sih. Hahaha. Forgot that I am really bad at this thing. FYI keluarga ibu mertuaku semuanya awet muda! Kesalahan pertamaku adalah ada yang seharusnya kupanggil budhe tapi malah menjadi bulik. Tapi itu tidak apa-apa, tidak masalah. Perlu waktu, I guess?

Lalu ada juga waktu dimana aku ikut mertua ke acara keluarga lagi untuk kali kedua. Agak berbeda dengan kali terakhir, kali ini hanya aku dengan mertua, suamiku tidak ikut. Agak nervous apalagi setelah akhirnya berkumpul dengan anggota keluarga yang lain. Oh I miss my husband~ Betapa kakunya aku untuk mencoba membaur itu rasanya agak... membebani? Well, bukannya membebani juga sih, tapi lebih kepada rasa tidak puas. Aku kecewa dengan usahaku sendiri yang kurang elegan. Aku bertanya-tanya bagaimana dan apa yang dilakukan menantu-menantu pada umumnya sih? Aku merasa kurang... research, maybe?

Tapi tidak. Sekali lagi, ternyata aku salah. I was just thinking too much. Karena kalau dinikmati dan diperhatikan, sebenarnya semua orang ikut senang, ikut berbahagia, dan menyambut kedatangan kita para menantu baru dengan tangan terbuka. Bagaimana kita bisa mengenal semua orang itu kalau kita tidak menampakkan diri?
Soooooo di sinilah aku mulai berpikir, semakin kita sering bertemu, jalan bareng boleh juga, pokoknya dengan meningkatkan intensitas bertemu ternyata bisa lumayan membantu kita untuk menyesuaikan diri loh. Asal kitanya juga mencoba ikut membaur.

Yang sekarang masih agak mengganjal di hati, mungkin karena aku belum juga menemukan kelebihanku dan belum bisa fully following the rhytm. Jadi, tetep masih banyak waktu dimana aku masih juga pasif. Padahal kembali lagi, setiap anak ingin bisa melakukan banyak hal untuk orang tuanya. Begitu pula yang ingin kita lakukan untuk mertua kita. Karena mertua adalah orang tua kita juga. Dan mungkin, orang tua dan mertua juga sebenarnya tidak merasa direpotkan kok dengan apa yang mereka lakukan juga untuk kita. Again, we were just thinking too much. 

Padahal mungkin saja ada beberapa hal yang mungkin mertua kita bisa lebih memahami kebutuhan kita dibanding suami kita sendiri loh. Misalnya seperti dalam hal foto-foto di tempat hiburan atau wisata atau bahkan tempat biasa. Kebutuhanku akan hal semacam ini terkadang lebih dimengerti oleh ibu mertuaku di saat suamiku sendiri sometimes memandang kebutuhan ini sebagai kebutuhan yang apalah - apalah. 
Maklum, cowok-cowok biasanya memang begitu yaaaaa. Hehehe.

Yasudah.
Sampai di sini dulu sharing kita hari ini. Next time kita sharing lagi.

Salam!

Saturday, January 18, 2020

Satu Frekuensi




Assalamu'alaikum,
wise reader! ^^

Ladies, sudah bersyukur belum hari ini? Alhamdulillah. 
Hari baru harus lebih banyak lagi yang bisa kita syukuri ya :) Life's Good. Seperti iklannya LG hehehe...

Tidak terasa ini sudah minggu ke-3 di awal tahun 2020. Actually kali ini ada banyak cerita yang ingin aku share di sini. Bisa banyak karena sebenarnya semuanya hanya beberapa penggalan cerita. Karenanya, kuharap beberapa penggalan cerita ini cukup bisa mewakili perasaanku akhir-akhir ini. Tapi ladies, kuharap perasaan kalian tidak campur aduk saat membaca ini, karena cerita ini bisa saja terlalu random untuk diceritakan semuanya sekaligus. Agak maksa.

Relax, I'll try my best for not making you hard to understand my story here. hehehe...

Sejak kecil, kupikir perempuan paling bahagia di dunia ini adalah perempuan yang menikah dengan laki-laki yang sangat ia cintai. Bahkan aku ingat saat aku kecil (kira-kira masih sekolah tingkat SD), ada yang iseng menanyaiku seperti apa laki-laki yang ingin aku nikahi kelak saat sudah dewasa. Dengan tanpa banyak pikir, aku hanya menjawab seadanya. 
"Laki-laki yang seperti bapak. Yang bisa masak." 

Kalau dipikir-pikir sekarang, aku masih tidak mengerti kenapa dulu aku menjawab seperti itu. Bahkan sekarang aku geleng-geleng dengan jawaban itu. Bisa masak? Kenapa dulu aku menjawab itu. Apakah itu artinya sejak kecil aku memang doyan makan kalik ya?

Tapi belakangan aku berpikir, mungkin itu juga karena setiap figur bapak adalah cinta pertama setiap anak perempuan. Ditambah sejak kecil aku juga lebih sering bersama bapak, terutama saat daya ingatku terus berkembang dan menciptakan kenangan dan memori untuk disimpan.

Tapi saat kemarin aku sendiri menikah. Benar-benar menikah. Bisa dikatakan aku menikah dengan seorang laki-laki yang tidak begitu aku kenal. Memang ada jeda waktu antara saat kami bertemu untuk pertama kalinya sampai akhirnya lamaran pernikahan itu datang. Tapi di waktu-waktu itu aku tidak berusaha mengenal lebih jauh, sejujurnya. Kenapa? Karena aku berusaha menciptakan jarak. Jarak aman agar aku sendiri tidak terlalu berharap. Jarak aman agar aku tidak menyukainya, apalagi menyukainya duluan. Jarak aman pula agar aku tidak terluka jika ternyata dia bukan jodohku.
Ingat, kita semua benci terluka.

Tapi aku menikahinya. Bahkan saat berias di depan kaca di hari pernikahanku, aku masih tidak tenang. Apakah aku benar-benar akan menikah? Dilema. Tapi itu wajar, katanya. Namaku belum juga dipanggil sampai akad ijab-sah itu pun selesai. Aku resmi dan sah jadi seorang istri. Baik di mata agama, maupun di mata hukum negara. Ketika aku dipanggil keluar dan mencium tangannya, akhirnya aku sadar. "Ah, ini jodohku. Imamku. Takdirku. Cintaku."
Lalu apa aku bahagia?
Ya, tentu saja. Bapak dan ibuku sudah berhasil menikahkanku dengan seorang laki-laki yang baik. Kenapa harus tidak bahagia? Tentu saja aku bahagia. Segala drama manten anyar sudah aku ceritakan di beberapa post sebelum-sebelum ini. Semuanya adalah beberapa pengalaman aku pribadi ditambah beberapa cerita-cerita dari teman-teman yang juga baru saja menikah. Semua pengalaman baik-buruk, usaha-usaha keras kita untuk mencintai dan dicintai, semua itu adalah pengalaman berharga untuk kita membina rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah. Aamiin. 

"Belum satu frekuensi," kalau kata Eyang Habibie. Karena belum satu frekuensi dengan pasangan kita, makanya belum ketemu cara yang pas. Penyesuaian demi penyesuaian kita lakukan. Bahkan aku pernah beberapa kali membuat suamiku kesal. Untuk ukuran seseorang yang jarang mengeluh dan tidak pernah marah, mungkin saat itu aku yang keterlaluan karena membuatnya kesal. Tapi suatu kali, pernah juga suamiku membuatku menangis. Aku pergi ke kamar agar tidak ketahuan tapi suamiku memelukku dari belakang dan membimbingku untuk duduk tenang dan membicarakan apa yang terjadi. Ya, semua itu adalah proses untuk menjadi satu frekuensi.

Tapi ladies, aku bertanya-tanya mungkinkah ada waktu kelak kita akan bisa benar-benar satu frekuensi dengan pasangan kita?  Karena semua orang itu berbeda, tidak sama. Bahkan anak kembar saja pasti ada bedanya. Lalu apakah sepasang suami istri bisa satu frekuensi? Bisakah? Dua orang yang sangat berbeda bisa jadi satu frekuensi hanya karena menjadi pasangan suami-istri? Yah... Kita belum tahu pasti jawabannya. Masih ada baaaaaaaanyak hal di depan yang harus kita lalui untuk mendapatkan jawabannya.

Masih banyak sekali.
Masih banyak yang harus kita lalui di depan. Apapun yang kita lalui sekarang ini adalah awalnya. Bukankah harusnya kita bersemangat? Karena apapun dan segala hal yang kita alami ini adalah yang pertama kali bagi kita. Lebih spesial lagi karena kita mengalaminya bersama orang spesial. Hehehe...

"Serba pertama!" Kalau kata orang mah.
Pertama kali ini dengan suami.
Pertama kali itu dengan suami.

Aku juga. Sebelum menikah, aku biasanya membatasi diri dengan beberapa hal menyenangkan seperti hiburan, belanja, pergi-pergi, dan sebagainya. Mungkin ini juga alasannya kenapa ada banyak hal baru kutemukan setelah menikah. Keterlaluan sih, jadi ketinggalan jaman, tapi tidak ada yang kusesalkan karena pertama aku mengalaminya justru bersama suami.

Mungkin pengalaman semacam ini akan sangat berharga kalau aku ceritakan kepada teman-teman yang tidak pernah pacaran. Karena setelah ia menikah, semuanya benar-benar akan serba pertama dan menjadi pengalaman yang saaaaangat berharga.

Tapi sayangnya, ada beberapa teman yang ternyata merasa berkecil hati, menganggap dirinya tidak menarik karena tidak punya pacar. Tapi yang lebih kusayangkan adalah ada juga beberapa teman yang mulai menganggap dirinya tidak menarik setelah orang lain mengejeknya yang tidak punya pacar. Well, you are fine, ladies. You are enough. And you are beautiful. Mungkin memang benar bahwa punya pacar itu enak, punya pacar itu jadi merasa dicintai, punya pacar itu jadi merasa aman. But don't hurt yourself with negative thoughts. Love yourself better, ladies.

Kalau sudah butuh status dicintai, ya udah nikah aja. Status terbaik itu sudah. hehehe...

Emang kalau sudah menikah bakal otomatis dicintai?
Hmmm merasa dicintai sih sudah,
tapi sudah dicintai betulan belum ya?
mungkin aku harus tanya dulu sama suamiku. hehehe.

Oh iya, ladies, suatu kali aku pernah bertanya-tanya. Menerima lebih banyak dari apa yang bisa kita berikan, apakah bisa dianggap sebagai hak? Sometimes I doubt myself. Kita yang minim dalam hal pengalaman cinta, tidak benar jika selalu pasif, bukan? Tapi tidak benar juga kalau kita terlalu aktif. Ya udah lah ya ikutin aja flow nya. 

Tapi ladies, entah kamu sependapat denganku atau tidak, tapi menurutku, setelah menikah justru kita harus selalu berusaha lebih keras untuk dicintai. Terlebih jika sebelumnya kamu tidak mencintai dia dan dia tidak mencintai kamu. Bisakah kalian tiba-tiba saling mencintai? Mungkin smiles, kisses and hugs cukup mewakili jawaban untuk pertanyaan ini. Tapi sungguh, Allah SWT dengan memberikan kita ikatan pernikahan dan segala aturannya sudah memberikan jalan dan petunjuk. Kita hanya harus berjalan mengikuti rambu-rambu rumah tangga dan berusaha menemukan jawabannya.

Well, It's okay. Segala warna-warni kehidupan pernikahan itu indah. Mencintai dan dicintai dengan halal dan setiap bagian daripadanya bernilai ibadah. MasyaAllah. Alhamdulillah. 

Sampai di sini dulu sharing kita hari ini. Kita kumpulkan cerita baru dulu untuk sharing berikutnya. hehehe.

Salam! ^^